Opini  

Agar Spirit Idealisme Tetap Membara (Signifikansi Kehadiran “Rumah Eksponen Pejuang Mabar”)

Avatar photo

Oleh: Sil Joni

Opini, Okebajo.com – Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) tidak muncul begitu saja dalam pentas politik lokal. Pun kehadirannya bukan ‘hadiah politik gratis’ para elit di Jakarta. Mabar lahir dan tumbuh dari sebuah perjuangan yang berdarah-darah. Keringat dan air mata derita, sudah pasti berderai, dari mereka yang dikenal luas sebagai ‘para eksponen pejuang’. Tegasnya Mabar yang kita kenal saat ini, merupakan resultante dan kristalisasi dari spirit pengorbanan tanpa pamrih dari sejumlah sosok, baik yang tampil aktif di arena depan maupun yang berkiprah di panggung belakang.

Sebagian dari ‘para pejuang’ itu, sudah beralih ke jagat keabadian. Sementara yang lainnya masih aktif berkarya dan ikut berkontribusi dalam ‘membesarkan’ Kabupaten ini. Mereka yang masih hidup itu, ada yang berdomisili di Labuan Bajo dan ada juga yang tetap memilih tinggal di luar Mabar.

Energi atensi dan responsibilitas ‘ para founding parents’, terhadap ‘anak politik Mabar’ yang mereka ciptakan itu, tak pernah redup. Mereka tetap serius memantau, mengawal, dan memberikan catatan bernas kepada para pemimpinnya agar ‘semangat awal’ pembentukan Mabar ‘tak boleh dikangkangi’.

Namun, sulit ditampik bahwa tendensi ‘pengkhianatan’ terhadap roh (idealisme) kelahiran Mabar, terutama dalam hal ‘akselerasi pemanifestasian level kemaslahatan publik’, oleh para decision maker kadang terlihat terang. Idealisme awal pembentukan Mabar hingga detik ini, belum sepenuhnya terealisasi.

Saya menduga, sebagian eksponen pejuang Mabar ‘merasa terganggu’ dengan kondisi Mabar yang relatif belum mengalami lompatan kemajuan yang signifikan itu. Kegelisahan dan keprihatinan coba disuarakan secara reguler, baik melalui media maupun melalui sesi perbincangan informal dalam beragam situasi dan tempat.

Satu yang pasti bahwa ‘spirit idealisme pembentukan Mabar’ yang telah membuncah dalam dada pada awal milenium ke-3 (tahun 2003), tidak lapuk dimakan arus waktu. Karena itu, agar roh itu ‘tidak ditelan badai sejarah’, mereka merasa perlu untuk ‘merevitalisasi dan menyegarkan’ semangat awal itu untuk diterjemahkan secara kreatif dalam konteks kekinian.

Setelah 21 tahun berlalu, persis sehari pasca seremoni peringatan ‘Hari Lahir Pancasila’, sejumlah eksponen pejuang yang menetap di Labuan Bajo dan sekitarnya, mulai mengambil prakarsa untuk membangun wahana ideal dalam ‘menghimpun kekuatan’ demi asa ‘merawat idealisme’ itu. Mereka bersepakat untuk membentuk wadah istimewa yang dibaptis dengan nama: “Rumah Eksponen Pejuang Mabar”.

Dalam momen itu juga, mereka membuat semacam ‘evaluasi kritis’ terhadap perjalanan Mabar dalam kurun waktu 21 tahun. Dr. Bernardus Barat Daya, salah satu eksponen pejuang telah merangkum ‘hasil bincang-bincang’ itu. Kerja cerdas sang doktor bisa dibaca dalam tulisannya yang diunggah dalam akun facebook pribadinya, “Bernad Barat Daya’ (2/6/2024).

Selanjutnya, saya mengutip secara utuh 6 poin rekomendasi, curah pendapat, komitmen dan spirit yang muncul dalam sesi diskusi itu sesuai narasi yang dikonstruksi oleh pak Dus (sapaan akrab dari Dr. Bernardus B. Daya).

Pertama, para eksponen sepakat untuk bersatu dalam wadah “Rumah” bersama yang bernama “Rumah Eksponen Pejuang Mabar”.

Kedua, penghuni rumah ini adalah para eksponen yang dulu aktif berperan atau terlibat dalam perjuangan membentuk Kabupaten Manggarai Barat (KMB).

Ketiga, keanggotaan wadah ini bersifat terbuka tetapi terbatas.

Keempat, rumah Eksponen bukanlah ormas (organisasi massa) dan bukan pula organisasi gerakan (normatif/konvensional). Karena yang menjadi anggota dalam rumah ini datang dari berbagai profesi seperti: ASN, Advokat, Aktivis LSM, Wartawan, Pengusaha, Dosen,Guru, Pensiunan, Karyawan, Nelayan, Petani dan lainnya.

Kelima, ketika bergabung dalam rumah eksponen, maka semua atribut/profesi tersebut “ditanggalkan”. Hanya ada satu “pangkat” di rumah itu yakni sebagai Eksponen. Sedangkan profesi, pekerjaan, status, kepangkatan, dll tidak menjadi penghalang apalagi pembeda dalam rumah bersama.

Keenam, rumah Eksponen mempunyai visi, misi, program kegiatan, statuta, kepengurusan, agenda perjuangan, dll.

Menarik bahwa mereka menggunakan metafor ‘rumah’ untuk wadah itu. Hemat saya, rumah yang dimaksud tentu tidak mengacu pada bangunan (house) semata, tetap yang paling utama adalah penciptaan ‘suasana (home). Wadah itu mesti membuat anggotanya ‘merasa betah (at home) dalam memproduksi ide brilian dan mengeksekusi pelbagai agenda kerja berbobot. “Di rumah itulah banyak hal dibicarakan dan dikerjakan secara bersama”, tulis Dr. Barat Daya.

Kendati ada wanti-wanti dari sang doktor bahwa ‘tidak ada ruangnya untuk bertengkar’ dalam rumah itu, tidak dengan sendirinya atmosfir ‘tukar ide dan perbedaan pemikiran’ menjadi lenyap dalam “Rumah Eksponen” itu. Kemajemukan pikiran yang mengalir dalam rumah itu, sejauh berintensi pada penguatan idealisme pembentukan Mabar, menurut saya perlu diapresiasi. Perbedaan pendapat menjadi humus yang menyuburkan tradisi berdialektika.

Sebagai warga Mabar, tentu kita menyambut secara positif ide pendirian ‘Rumah Eksponen Pejuang Mabar’ ini. Setidaknya, dalam dan melalui kehadiran ‘rumah’ itu, publik tetap berharap agar para eksponen tetap mencurahkan energi pikiran untuk Mabar yang lebih baik.

Dengan itu, mereka tidak hanya bertugas membidani lahirnya embrio (reproduksi) KMB, tetapi juga ikut mengasuh dan membesarkan (formasi) Mabar agar tampil sebagai entitas politik yang matang dan diperhitungkan dalam kawasan Timur Indonesia. Dengan perkataan lain, maju mundurnya KMB, salah satunya, bergantung pada derajat keterlibatan para eksponen pejuang dalam merawat gadis Mabar yang tampil semakin seksi dan memesona saat ini.

Akhirnya profisiat kepada segenap eksponen pejuang Mabar yang ‘sukses’ mendirikan rumah bersama. Selamat berkarya dalam rumah itu. Publik berharap pelbagai terobosan kreatif dan inovasi politik bakal muncul dari rumah itu yang bisa dikecap oleh seluruh warga Mabar. Jika ikhtiar itu terwujud, maka dengan nada optimis kita berkata ‘idealisme pembentukan Mabar’ tak pernah luntur. Para eksponen pejuang berada di garda depan dalam ‘mengimplementasikan cita-cita agung, percepatan tingkat kesejahteraan publik.

*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *