Labuan Bajo, Okebajo.com – Keindahan alam Labuan Bajo, yang dikenal sebagai destinasi wisata super prioritas di Indonesia, kini diselimuti oleh bayang-bayang konflik tanah yang semakin memanas. Konflik ini, sayangnya, diduga disebabkan oleh tindakan anak-anak dan cucu-cucu dari Ketua Fungsionaris Adat Nggorang, Mendiang Haji Ishaka dan Wakilnya Mendiang Haji Mustafa, yang diduga telah melanggar ketentuan yang telah ada sebelumnya.
Menanggapi hal ini, sejumlah tokoh masyarakat Ulayat Nggorang seperti Florianus Surion Adu, Antonius Hantam, Antonius B. Djani, Fransiskus Ndejeng dan Yoseph B. Parit) langsung mengambil langkah tegas dengan mengirimkan surat terbuka kepada anak-anak dan cucu dari mendiang Ketua Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ishaka, serta Wakilnya, Haji Mustafa di Labuan Bajo, Kecamatan komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT Pada Rabu, 3 Juli 2024.
Florianus Surion Adu kepada media ini, Rabu, (3/7) menjelaskan bahwa surat yang mereka keluarkan tersebut tidak hanya bertujuan untuk mengingatkan, tetapi juga untuk menjaga warisan, martabat, dan jasa mereka (mendiang Ketua Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ishaka, serta Wakilnya, Haji Mustafa, red) yang telah membagi dan menata lahan untuk kepentingan masyarakat luas, pemerintah, dan juga lembaga swasta di 12 kampung dalam wilayah ulayat Kedaluan Nggorang.
“Dengan adanya surat terbuka ini, seluruh anak/cucu dari mendiang ketua/wakil fungsionaris adat Nggorang agar tidak lagi melakukan tindakan dengan menggunakan kuasa sebagai ahli waris yang serupa dengan fungsi mendiang ketua/wakil Fungsionaris Adat Nggorang, dengan melakukan tindakan membagi kembali lahan yang sudah dibagikan oleh penata, bahkan merubah atau mencabut hak kepemilikan lahan yang sudah dikuasai pemiliknya oleh kuasa ahli waris, kemudian membagi lahan yang sudah ditata dengan menggunakan hak sebagai ahli waris untuk kepentingan memperkaya diri/orang dengan cara klaim kepemilikan pihak lain,” tegas Feri Adu
Mengutip isi surat terbuka yang salinanya diperoleh media ini, bahwa pihaknya menegaskan beberapa point-point penting yang perlu diperhatikan oleh keturunan Fungsionaris Adat Nggorang agar konflik agraria di Labuan Bajo dapat dihindari di masa yang akan datang.
Pertama, berpegang teguh pada surat pernyataan anak dan cucu ketua/wakil fungsionaris adat yang dibuat pada tanggal 1 Maret 2013. Perihal Kedaulatan Fungsionaris Adat Nggorang Atas Tanah Adat Ulayat Nggorang, Wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
Kedua, berpegang teguh dengan penuh keyakinan pada tata cara pembagian lahan dengan pendekatan budaya “KAPU MANUK LELE TUAK”. Pendekatan budaya ini harus di pahami serta dihormati diakui oleh seluruh masyarakat ulayat Nggorang dan anak/cucu dari ketua/wakil fungsionaris adat nggorang.
Ketiga, bahwa jabatan Ketua/wakil Fungsionaris adat Nggorang bukan jabatan warisan yang berlaku secara turun temurun. Maka bagi anak/cucu/ ketua/wakil Fungsionari adat Ngorang perlu membatasi diri untuk tidak melakukan tindakan seperti yang dilakukan mendiang Ketua/wakil Fungsionaris adat terdahulu atas dasar ahli waris.
Keempat, bahwa tata cara pembagian/penataan lahan kumunal Nggorang setelah melewati tahapan pendekatan “kapu manuk lele tuak” pihak ketua/wakil secara bersama-sama mempercayakan seorang warga masyarakat ulayat Nggorang sebagai penata yang dikukuhkan dengan surat mandat yang mana dalam surat mandat tersebut mempertegas wilayah-wilayah yang diperintahkan untuk ditata oleh penata.
Bahwa tidak semua mendapat kepercayaan selaku penata termasuk kepada anak/cucu Fungsionaris adat Nggorang, oleh karena itu sangat BERBAHAYA jika anak2/cucu mendiang ketua/wakil Fungsionaris adat Nggorang mengklaim diri sebagai kuasa Fungsionaris adat lalu merubah tata cara atau dengan klaim ahli waris merubah segala apa yang sudah ditetapkan mendiang ketua/wakil Fungsionaris Adat Nggorang yang sangat dihormati masyarakat Nggorang
Kelima, penunjukan seorang penata sebagai perpanjangan tangan ketua/wakil Fungsionaris Adat demi memudahkan kerja Fungsionaris Adat dalam menata tanah komunal Nggorang. Penunjukan seseorang sebagai penata melalui perihal surat kuasa dan di dalam surat kuasa tersebut diperjelas lokasi- lokasi yang merupakan wilayah yang penataan lahan oleh si penerima kuasa lalu surat kuasa tersebut akan bagikan kepada para menerima tanah (kapan dibutuhkan) serta instansi pemerintah sebagai tembusanya. Sehingga jika terjadi sengketa lahan yang riwayat perolehanya dari penataan ulayat selalu penatalah pihak yang memberi kesaksian atas fakta-fakta kepemilikan dari pihak yg bersengketa.
Keenam, bahwa setelah pendekatan budaya, “kapu manuk lele tuak” si pemohon tanah dikabulkan Fungsionaris adat serta telah melihat obyek tanah yang ditunjuk penata maka sejak terjadinya “kapu manuk lele tuak” hingga melihat lokasi tanah maka sejak saat itu Fungsionaris adat tidak mempunyai hak lagi atas tanah tersebut. Si penerima tanah akan mengurus surat pelepasanya waktu sesuai kebutuhan berdasarkan petunjuk luas oleh penata.
Ketujuh, Potensi konflik, baik antara sesama masyarakat maupun antara masyarakat dengan pembeli (investor) ketika anak-anak/cucu mendiang ketua/wakil Fungsionaris adat Nggorang tidak mentaati apa yang sudah menjadi ketetapan dari mendiang fungsionaris adat nggorang, sperti ; Mengangkat diri sebagai ahli waris ketua/wakil Fungsionaris rangkap penata lalu melakukan hal dengan merubah nama-nama tempat/ lokasi lahan yang sudah ditetapkan warisan Fungsionaris adat Nggorang menjadi nama lain, seperti yang ada di Desa/Kelurahan Labuan Bajo ; Batu gosok, Tanjung Bunga Nanis, Kerangan, Torolema Batu Kalo, Wae Cicu, Wae Rana, Binongko, Toro Sintangga, Gusoh Ngea, Toroh Payau, Toro Bembe Boe Batu, Ke’e Batu, Kelumpang, Tanah Genang, Golo Binongko, Golo Silatey, Tondong Ras, dll.
“Nama-nama lokasi ini tidak boleh dirubah, mengapa? Selain warisan juga sangat penting dalam menentukan nama lokasi tanah dalam proses pensertifikatan atau kepastian hukum ketika para pihak bersengketa. Ketika nama tempat ini berubah akan berdampak hukum terhadap alamat obyek lahan,” tegas Feri Adu
Ia menjelaskan bahwa dalam surat terbuka tersebut juga memuat rekomendasi konkret kepada para pihak terkait, termasuk untuk menghentikan segala tindakan pembagian dan penataan lahan yang tidak sesuai dengan penugasan penata yang sah.
“Pertama, meminta seluruh pihak anak-anak/cucu mendiang ketua/wakil Fungsionaris adat Nggorang saat ini untuk hentikan segala tindakan membagi/menata lahan berkepemilikan sesuai hasil penataan penata yang dikuasakan berdasarkan surat kuasa yg diberikan mendiang ketua/wakil fungsionaris adat nggorang Haji Ishaka dan Haji Mustafa sebelumnya. Kedua, diharapkan anak-anak/cucu mendiang ketua/wakil ketua Fungsionaris adat dan mendiang anak-anak dari penata yang dikuasakan musyawarah demi menjaga mengamankan serta memberi kepastian atas lahan-lahan yang sudah tertata berdasarkan dokumen yang tersimpan serta fakta-fakta lain yang dapat dipakai untuk memberikan kepastian atas nama lokasi/ letak/luas lahan milik yang telah tertata berdasarkan “kapu manuk lele tuak” serta penataan yang dilakukan penata berdasarkan surat kuasa yang diberikan mendiang ketua/wakil fungsionaris adat nggorang,” ujarnya
Ia menuturkan, atas beberapa pertimbangan tersebut diatas setidaknya harapanya agar para sesepuh, anak/cucu ahli waris, warga masyarakat ulayat ya g masih ada dapat terus menjaga kehormatan. Fungaionaris Adat Nggorang sebagai sebuah rumah yang memberikan kenyamanan bagi semua yang tinggal di tanah bekas Kedaluan Nggorang yang berciri keragaman sebagai sebuah anugerah Ilahi. **