Borong, Okebajo.com – Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Jermias Haning, dibuat geram atas adanya informasi soal dugaan pungutan liar (pungli) oleh oknum kepengurusan sertifikat tanah di Hedok, Desa Satar Punda Barat, Kecamatan Lamba Leda Utara.
Bukan tanpa alasan, hal itu dipicu lantaran proses kepengurusan sertifikat tanah yang telah dilakukan pada lahan warga desa tersebut tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis.
“Mohon di konfirmasi kembali dan kalau benar adanya pungutan maka perlu di laporkan ke aparat penegak hukum (APH) supaya di tindak ya”, kata Kepala BPN Manggarai Timur, Jermias, dari Borong, saat dimintai tanggapan atas rumor pungli tersebut oleh wartawan via pesan WhatsApp belum lama ini.
Jermias lalu mempertanyakan siapa yang menyuruh untuk meminta pungutan itu serta apa tujuan dari pungutan tersebut.
“Tolong di cek saja ke kadesnya apakah pungutan itu di perintahkan oleh siapa dan penggunaan utk apa ya dan perlu diketahui kegiatan sertipikasi di desa Satar Punda Barat Tidak di pungut biaya oleh petugas BPN”, tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah warga Desa Satar Punda Barat, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, resah dengan kebijakan pemerintah desa setempat.
Keresahan itu muncul, usai pihak pemerintah desa bersama ketua RT salah satu wilayah desa itu bersepakat secara sepihak perihal pungutan sejumlah uang kepada warganya.
Dasar uang pungutan itu disepakati, dengan dalil sebagai biaya administrasi proses pengurusan setifikat atau prona tanah yang dihadiri oleh pihak Badan Pertahanan Nasional (BPN) Manggarai Timur.
“Saat itu kami tidak tahu seperti apa aturan (pengurusan sertifikat tanah, red) repiblik ini karena kepala RT mendatangi kami untuk minta fotocopy KTP dan biaya administrasi. Kami kasih saja, karena kami tidak tahu aturan”, aku salah seorang warga pengurus sertifikat tanah asal RT 01, Dusun Watu Hedok, Desa Satar Punda Barat, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, yang enggan disebutkan namanya kepada wartawan, Kamis (23/3).
Disahkan warga itu, mulanya pungutan biaya administrasi tersebut diminta ketika pada Desember 2022 lalu, ketua RT 01 bernama Siprianus Savino mendatangi warga dua RT untuk meminta fotocopy KTP sekaligus biaya administrasi sebesar Rp50.000 per warga sasaran.
Berdasarkan keterangan ketua RT tersebut, uang pungutan itu merupakan uang administrasi untuk memfasilitasi para petugas saat proses pengurusan tanah.
“Uang administrasi yang diminta RT itu katanya untuk konsumsi mereka yang mengurusi itu”, ujarnya.
Namun belakangan, warga mulai memperoleh informasi bahwa kepengurusan sertifikat tanah untuk masyarakat miskin berlaku gratis.
Selain itu, warga bersangkutan juga telah mendapatkan informasi bahwa pihak pemerintah desa telah mengembalikan uang administrasi milik warga dusun lainnya di desa mereka.
“Kami mulai sadar setelah ada informasi uang warga di dusun lain dikembalikam lagi. Berati gratis urusan sertifikat ini. Bagaimana dengan uang kami, kenapa kami punya tidak dikembalikan? tanyanya.
Lantas, mereka mulai menyadari jika kepengurusan sertifikat atau prona tanah itu berlaku gratis untuk warga miskin. Hal itu lalu membuat mereka berang dan meminta agar pemerintah desa segera mengembalikan uang mereka yang dipungut ketua RT.