Labuan Bajo | Okebajo.com | Kampung Jengok. Bak negeri tanpa negara. Sebuah kampung yang luput dari perhatian pemerintah. Tidak ada satu pun infrastruktur pemerintah yang ada di sini. Kampung tanpa jaringan air bersih, jalan, jembatan. Apalagi listrik. Miris !
Padahal, jarak tempuh ke Jengok dari jalan negara Trans Flores Labuan Bajo- Ruteng cuma satu kilometer.
Kampung ini berada di wilayah irisan perbatasan wilayah Kecamatan Welak, yakni kampung Tuwa, Desa Golo Ronggot dengan wilayah utara Kecamatan Mbeliling.
Kampung Jengok. Salah satu dari 9 anak kampung atau 4 Dusun yang menopang Desa Wae Jare, Kecamatan Mbeliling.
Delapan anak kampung lainnya di Desa itu, yakni Jare, Tilutuna, Lalang, Rempong, Jawok, Toe, Pola dan kampung Laing.
Wilayah Desa sangat luas. Jarak kampung dengan kampung belasan kilometer. Dari Lalang, ibukota Desa Wae Jare ke kampung Jengok, misalnya, sejauh 10 kilometer. Dari Jengok ke kampung Jare 12 kilometer.
Jumlah penduduk
Per 1 Januari 2023, jumlah penduduk Desa Wae Jare sebanyak 1182 jiwa. Laki-laki 569 orang dan perempuan 613 orang.
Terdapat 37 Kepala Keluarga (KK) menghuni Kampung Jengok, Dusun Compang Tantu.
Minim infrastruktur
Sekali lagi. Tidak ada satu pun infrastruktur pemerintah yang ada di sini. Kampung tanpa jaringan air bersih, jalan, jembatan. Apalagi listrik. Terisolasi !
Ada ruas jalan yang membelah wilayah Desa Wae Jare, yakni dari Cabang Bambor-Rengkas-Meter-Jawok-Lalang-Jare. Namun kondisinya memprihatinkan.
Peningkatan ruas jalan ini memang sudah mulai terlihat. Tahun 2022 kemarin ada pembangunan jembatan Wae Rendong dan lapen ratusan meter.
Tetapi infrastruktur jalan dan jembatan itu tidak ada urusannya dengan kampung Jengok.
Kampung ini terletak jauh di balik gunung. Jauh dari ruas jalan itu. Kampung Jengok lebih dekat dengan kampung Tuwa, Kecamatan Welak, ruas jalan Trans Flores.
Itu sebabnya, anak-anak di kampung ini pergi sekolah di Wol, Kecamatan Welak. Mulai dari SD, SMP hingga SMA. Tidak ke SDK Wae Jare nun jauh 12 kilometer dengan waktu tempuh 4 jam jalan kaki.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka menjual dan membeli ke pasar Wae Nakeng, Kecamatan Lembor ketimbang ke pasar Rekas, Kecamatan Mbeliling.
Pelayanan kesehatan, mereka dapatkan di Puskesmas Wae Nakeng, Kecamatan Lembor. Tidak ke Puskesmas Rekas, Kecamatan Mbeliling
Singkatnya, mobilitas warga ke dan dari kampung Jengok sangat memprihatinkan. Mereka sungguh terisolasi !
Selain itu, akses jalan ke kampung ini tidak ada, kecuali jalan setapak. Dari dan ke Kampung Jengok harus menyeberang sungai Wae Jare.
Akses penghubung jembatan tidak ada. Warga membangun jembatan kayu tapi hanya untuk sesaat. Jika banjir, jembatan kayu hanyut.
Rumah di Jengok, berkebun di Rimbu-Welak
Fakta lain. Hampir semua warga di kampung Jengok, Kecamatan Mbeliling memiliki lahan sawah atau kebun di seberang sungai Wae Jare, yakni di Rimbu-Tuwa wilayah Kecamatan Welak. Kampung Rimbu-Tuwa ini terletak di pinggir Sungai Wae Jare.
Bapak Donatus Madur, misalnya. Dia warga kampung Jengok tetapi memiliki rumah dan sawah-kebun di Rimbu-Tuwa, Kecamatan Welak.
Artinya, mobilitas warga petani, anak sekolah dari dan ke Kampung ini berlangsung setiap hari. Karena itu, mereka sangat membutuhkan infrastruktur dasar seperti akses jalan, jembatan, air bersih sebagaimana warga di kampung lain membutuhkan hal yang sama.
Tetapi apa yang terjadi. Sekali lagi, keberadaan kampung ini, bagai negeri tanpa negara.
Sementara itu, kewajiban pajak dan pungutan lain-lain, mereka bayarkan ke Desa Wae Jare, Kecamatan Mbeliling. *
bersambung…