Labuan Bajo | Okebajo.com | Para pelaku pariwisata menyoroti kondisi sarana dan prasarana (sarpras) di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT.
Ketua Asosiasi Kapal Wisata (ASKAWI) Kabupaten Manggarai Barat, Ahyar Abadi mengungkapkan, jumlah kunjungan wisatawan di kawasan TNK setiap tahun semakin meningkat dan aktivitas kapal wisata sangat padat.
Ia menyebut jumlah kunjungan ke pulau Padar dan pulau Komodo sangat tinggi. Namun sayangnya tidak diimbangi dengan ketersediaan sarpras yang memadai untuk menunjang kegiatan wisata.
“Artinya dengan kepadatan aktivitas wisata ini maka pemerintah pusat maupun daerah untuk bekerja sama dengan BTNK untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang digunakan oleh wisatawan, misalnya WC di pulau Padar itu cuma ada tiga,” kata Ahyar.
Ia juga mengungkapkan, saat ini persediaan mooring di wilayah laut sangat terbatas bahkan satu mooring itu bisa dipakai oleh beberapa kapal.
“Kemudian untuk wilayah laut harus perbanyak persediaan mooring dibeberapa tempat wisata atau yang sudah masuk dalam kawasan TNK,” katanya.
Kondisi bawah laut memprihatinkan
Senada, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies/ASITA) Manggarai Raya, Evodius Gonsomer juga menyoroti kondisi bawah laut dalam Kawasan yang tidak diperhatikan.
Dia mengatakan meski tujuan awal penataan TNK adalah untuk konservasi namun pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak dilakukan oleh pihak yang memiliki kompetensi dalam bidang konservasi. Hal ini mengakibatkan sejumlah hal penting luput dari pengawasan.
“Bagaimana dia mau buat konservasi kalau tidak punya keahlian di bidang itu, apa yang dia sudah buat, yang ada hanya kawal tamu itu, itu saja. Nah konservasinya kita belum tau mana yang sudah dia lakukan,” katanya.
Padahal kawasan TNK, kata dia, sudah sangat mendesak untuk dilakukan konservasi. Salah satunya yakni perbaikan terumbu karang, karena 95 persen wisatawan asing datang untuk diving.
Ia menyebut, ASITA telah menerima banyak keluhan wisatawan terkait kondisi terumbu karang yang rusak.
“Apakah Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sudah melihat kondisi bawah laut seperti apa dan apa yang sudah dia lakukan untuk merehabilitasi terumbu karang yang sudah rusak oleh jangkar kapal maupun pengeboman”, tanya Evodius.
Ia juga kritisi hasil kerjasama BTNK dan PT Flobamor yang tidak nampak dalam upaya konservasi kawasan TNK.
“Kami belum melihat hasil kerjasama yang nyata dari BTNK dan PT Flobamor terkait konservasi,selain kejadian para naturalis guide”, ujarnya.
“Inikan yang dilakukan oleh TNC (The Nature Conservacy) itu dulu. Itu saja belum maksimal karena butuh waktu yang sangat panjang dan biaya sangat besar. PT Flobamora kerjasama dengan BTNK apa yang sudah dilakukan? Kalau memang sudah melakukan sesuatu untuk konservasi itu, coba ditunjukkan,” katanya.
Terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi NTT, Viktor Pance juga mengungkapkan bahwa secara umum konservasi sudah dikukuhkan secara aturan melalui Undang-Undang oleh pemerintah pusat.
Namun dalam pelaksanaan sangat mudah ditemukan beberapa kendala-kendala, seperti ada beberapa kawasan yang sudah dikapling atau dibebaskan dari zona konservasi untuk dijadikan kawasan pengelolaan.
Kondisi ini mengakibatkan ruang gerak penduduk lokal dalam kawasan yang bermata pencaharian sebagai nelayan menjadi sempit.
“Beruntung para nelayan di Pulau Komodo sudah dilatih dan dibina untuk menjadi kader konservasi. Mereka mencari ikan menggunakan pola ramah lingkungan,” tuturnya.
Hinggah Juli 2023, jumlah kunjungan ke Taman Nasional Komodo berdasarkan data Balai Taman Nasional Komodo sudah mencapai 122.101 orang. Jumlah ini diharapkan mampu melampaui jumlah kunjungan di tahun 2022 dengan total kunjungan mencapai 182.676 kunjungan baik wisatawan Nusantara maupun Mancanegara.
Menjadi kawasan destinasi favorit para wisatawan, pengelolaan Taman Nasional Komodo diharapkan tetap mengedepankan upaya upaya konservasi alam dan lingkungan yang nyata. Selain habitat Komodo, TN Komodo juga memiliki dunia bawah laut yang terbaik di dunia yang harus dirawat, dijaga serta dilestarikan. *