Oleh: Dela
Opini, Okebajo.com – Pembubaran Doa Rosario di Tangerang Selatan baru-baru ini telah memicu kontroversi dan kekhawatiran di masyarakat. Insiden ini, yang berujung pada kekerasan dan pengeroyokan, menunjukkan adanya ketegangan dan kurangnya toleransi antaragama. Banyak yang berpendapat bahwa tindakan tersebut tidak pantas dan berbahaya, sementara ada juga yang merasa warga memiliki hak untuk menolak kegiatan yang dianggap mengganggu ketentraman masyarakat.
Menurut pandangan saya, pembubaran Doa Rosario di Tangerang Selatan adalah tindakan yang salah dan berpotensi merusak. Ibadah adalah hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Pembubaran ini bukan hanya mengganggu ketentraman masyarakat, tetapi juga melanggar hak asasi manusia untuk beribadah dan mencerminkan kurangnya toleransi terhadap agama lain.
Kronologi dan Provokasi
Peristiwa ini terjadi ketika sekelompok mahasiswa Katolik sedang mengadakan Doa Rosario di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan. Insiden dimulai ketika seorang ketua RT, yang disebut sebagai Pak RT, datang dan melarang mereka untuk beribadah di lokasi tersebut, meminta mereka untuk pindah ke gereja. Kejadian ini berujung pada perundungan dan kekerasan.
“Pak RT datang, dia ngomong ‘bangsat, anjing, tolol, jangan ibadah di sini’,” ungkap Legy, salah satu mahasiswa yang hadir pada malam itu.
Warga setempat yang merasa terganggu kemudian berkumpul, memperparah situasi hingga berujung pada pengeroyokan.
Respon Warga dan Pihak Berwenang
Ketua RW setempat, Marat, menyatakan bahwa kegiatan kumpul-kumpul mahasiswa tersebut telah lama dikeluhkan oleh warga. Ia juga mengklaim bahwa warga yang pertama kali diserang oleh mahasiswa, meskipun ada pengakuan bahwa seorang warga membawa senjata tajam secara spontan saat keributan terjadi. Hal ini menunjukkan adanya emosi yang tidak terkendali dan kurangnya dialog yang konstruktif.
Dampak dan Solusi
Kasus ini mencerminkan intoleransi yang berbahaya dan menunjukkan perlunya langkah-langkah serius untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencegah terulangnya insiden serupa. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:
Menegakkan Hukum
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan diperlukan untuk memberikan efek jera.
Meningkatkan Kesadaran
Kampanye pendidikan dan sosialisasi tentang pentingnya toleransi dan kebebasan beragama harus digalakkan.
Pengembangan Program Pendidikan
Pendidikan tentang toleransi dan kebebasan beragama perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
Meningkatkan Kerjasama
Kerjasama dengan organisasi masyarakat dan agama untuk mengatasi konflik dan mempromosikan dialog antaragama.
Program Pemberdayaan
Masyarakat perlu diberdayakan dengan program yang menekankan kebebasan beragama dan toleransi.
Meningkatkan Pengawasan
Pengawasan terhadap kegiatan yang berpotensi menimbulkan konflik harus ditingkatkan.
Pembubaran Doa Rosario di Tangerang Selatan adalah contoh nyata dari intoleransi yang tidak seharusnya terjadi di negara yang menjunjung tinggi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama menekankan pentingnya toleransi dan kebebasan beragama untuk menjaga kerukunan dan perdamaian di Indonesia. Hanya dengan saling menghormati dan memahami, kita bisa menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai.**
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
Catatan redaksi : Semua isi tulisan dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penuh dari penulis.