Labuan Bajo, Okebajo.com – Setelah melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan, Pengadilan Negeri Labuan Bajo akhirnya memutuskan sengketa tanah seluas 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo, yang telah berlangsung bertahun-tahun. Dalam perkara ini, ahli waris dari almarhum Ibrahim Hanta dinyatakan menang melawan pihak tergugat, ahli waris dari almarhum Nikolaus Naput.
Keputusan ini diumumkan pada sidang yang digelar Rabu, 23 Oktober 2024 dengan mengabulkan sebagian besar gugatan Penggugat, Muhamad Rudini, ahli waris alm.Ibrahim Hanta dan Siti Lanung
Kasus ini bermula dari perebutan hak atas tanah warisan yang terletak di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tanah seluas 11 hektar yang merupakan peninggalan dari almarhum Ibrahim Hanta dan istrinya, almarhumah Siti Lanung, menjadi sumber konflik antara ahli waris mereka dan ahli waris dari almarhum Nikolaus Naput, yang juga mengklaim kepemilikan atas lahan tersebut.
Tanah yang sebagian tertulis telah disertifikatkan atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput seluas +-5 ha, serta sebagiannya 6 ha yang sudah diukur ke atas nama keluarga alm.Nikolaus Naput, total +-110.000 m2 (11 ha) di atas tanah di Kerangan, dinyatakan dalam kategori Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan Majelis Hakim memutuskan bahwa tanah 11 ha tersebut sah milik Ibrahim Hanta dan Siti Lanung..
Sengketa ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo dengan nomor perkara 1/Pdt.G/2024/PN LBJ tertanggal 5 Januari 2024.
Tergugat dalam perkara ini adalah: Paulus Grant Naput (Tergugat I), Maria Fatmawati Naput (Tergugat II), Erwin Kadiman Santoso (Tergugat III), PT. Mahanaim Group (Tergugat V), dan BPN Manggarai Barat (turut Tergugat I), Kepolisian Resort Mabar (Turut Tergugat II).
Putusan Pengadilan
Penggugat ahli waris almarhum Ibrahim Hanta melalui Penasihat Hukum (PH), Dr (c) Indra Triantoro, SH dan Jon Kadis, SH menginformasikan isi keputusan perkara tersebut sebagai berikut.
Pertama, tanah +-110.000m2 (11 ha) adalah sah milik Ibrahim Hanta dan Siti Lanung.
Kedua, menyatakan Tergugat I, Tergugat II, III dan V telah melakulan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena telah melakukan pengukuran atau ploting batas-batas diatas tanah dengan luas 16 ha, yaitu SHM no.02549 luas 28.313 m2, SHM no. 02545 luas 27.724 m2 yang tidak benar, 5 bidang tanah dari barat ke timur arah jalan, bukan dari barat ke utara, sehingga yang terjadi adalah salah lokasi atau salah ploting.
Ketiga, menyatakan Tergugat I, II, III dan V telah melakukan PMH karena telah melakukan perikatan jual beli tanah tanpa hak, yang mana para Tergugat telah mengetahui adanya permasalahan hukum di atas tanah yang dijualbelikan.
Keempat, menyatakan Turut Tergugat I telah melakukan PMH karena tidak dengan cermat menerbitkan 2 (dua) SHM, yaitu atas nama nama Tergugat I dan Tergugat II yang terbit tanggal 31 Januari 2017 tersebut sebelumnya atas obyek sengketa.
Kelima, menyatakan tidak sah dan tidak mengikat serta batal demi hukum perbuatan pembebanan dengan perikatan apapun atas obyek sengketa yang dilakukan Tergugat I, II, III dan V.
Keenam, menyatakan sertifikat hak milik atas nama Tergugat I (SHM no.02649 luas 28.313 m2) dan atas nama Tergugat II (SHM no.02545 luas 27.724 m2), kedua SHM aquo terbit tanggal 31 Januari 2017 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Ketujuh, menghukum para Tergugat dan para Turut Tergugat dengan membayar biaya perkara sejumlah Rp.3.218.500.
Lebih lanjut disebutkan oleh PH Penggugat bahwa dalam sidang perkara ini sebelumnya, Tergugat I dan Tergugat II yaitu Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput (mewakili ayah dan ibu mereka, alm. Nikolaus Naput dan Beatrix Seran Nggebu) tidak memiliki alas hak atas tanah.
“Adapun klaim mereka atas tanah total 40 ha berdasarkan surat pemberian tanah dari Fungsionaris adat/ulayat, namun tanah itu sudah dibatalkan oleh fungsionaris ulayat juga, karena tumpang tindih diatas tanah orang lain, termasuk tumpang tindih diatas tanah Pemda. Tanah 40 ha tersebut telah dilakukan akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) dengan pembeli Erwin Kadiman Santoso (Hotel St Regis) pada Januari 2014. Dari total 40 ha itu, terdapat surat alas hak 16 ha (sudah batal pula), dimana 11 ha-nya di-inklud- kan tanah milik Ibrahim Hanta. Sudah tanpa alas hak, salah lokasi pula. Dengan keputusan perkara ini, maka PPJB 40 ha tersebut batal demi hukum”, ucap Jon Kadis, SH., di Labuan Bajo.
Ditanya apakah terhadap keputusan ini para Tergugat melakukan upaya hukum naik banding, dijawab Jon Kadis bahwa itu adalah hak mereka.
“Upaya banding itu adalah hak Tergugat. Tapi begini ya, saya melihat bahwa tidak ada celah lagi bagi para Tergugat untuk melakukan naik banding, atau midalnya lanjut kasasi ke MA. Kenapa? Muhamad Rudini juga, sebelum putusan perkara ini, sudah mengadu kepada Satgas Mafia Tanah Kejagung. Dari hasil operasi intelijen Kejagung ditemukan penerbitan SHM-SHM di atas tanah Ibrahim Hanta tersebut cacat yuridis dan cacat administrasi, termasuk tanpa alas hak. Dan Dirjen maupun Irjen Kejagung sudah menyurati Kementrian ATR/BPN agar memfolow up hasil penemuan tersebut,” Jelas Jon Kadis
Selain itu, kata dia ahli waris Ibrahim Hanta juga telah melakukan secara Pidana di Polres Mabar, yang salah satu pihak Terlapornya adalah Haji Ramang Ishaka.
“Pelapor dan para saksi melihat Haji Ramang datang ke lokasi untuk turut ukur tanah yang dalah lokasi itu. Proses pemeriksaan laporan sedang berjalan. Jadi, dimana lagi celah dan alasan kebenaran para Tergugat untuk melakukan upaya hukum banding tersebut? Itu membuang waktu, energi dan biaya saja”, tutup Jon Kadis, SH.
Jon Kadis menuturkan bahwa dengan adanya putusan ini, penggugat kini memiliki kepastian hukum untuk menguasai kembali lahan seluas 11 hektar di Keranga.
Menurutnya, putusan ini memberikan kejelasan bagi para pihak yang terlibat, sekaligus menegaskan bahwa sistem hukum berjalan sesuai dengan harapan para penggugat. **