ODGJ Tersenyum Ketika Pasung Dicungkil Kapolsek Kuwus

Avatar photo
MS (38) tersenyum di tengah kedua anaknya dan keluarga serta aparat kepolisian sektor Kuwus dan petugas kesehatan Puskesmas Ranggu. Foto/dok.Humas Polres Manggarai Barat

Labuan Bajo | Okebajo.com | “Pasien langsung tersenyum. Dia merasa senang sebab pasungannya sudah dibuka”.

Adalah MS (38 tahun), warga Dusun Rawuk, Desa Golo Lewe, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Lelaki bertubuh kekar itu merupakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Kakinya dikrangkeng dengan sebilah kayu balok (pasung) sejak tahun 2020 lalu. Ia dipasung lantaran menderita gangguan jiwa.

Pasung dicungkil

Sabtu 25 Maret 2023 kemarin, kayu pasungan itu dicungkil Kapolsek Kuwus, IPDA Arsilinus Lentar.

Ikut dalam misi kemanusiaan ini Ketua Bhayangkari Ranting Kuwus, Ny. Wati Lentar, Kades Golo Lewe, Fransiskus Nalu, Kepala Puskesmas Ranggu, Bernadus Jemahu bersama dr. Vioni I Agung, Pendamping ODGJ Pukesmas Ranggu, Gidelivia C.M. Kahar dan warga setempat serta keluarga  penderita ODGJ.

Kapolsek Kuwus, IPDA Arsilinus Lentar dan anggotanya saat melepaskan kaki MS dari lubang pasung yang membelenggunya selama dua tahun lebih. Foto/dok.Humas Polres Maanggarai Barat.

Pasien tersenyum

“Pasien langsung tersenyum. Dia merasa senang sebab pasungannya sudah dibuka”, ungkap IPDA Arsilinus Lentar melukiskan kondisi psikologis pasien ODGJ itu.

Senyum sumringah yang merekah dari wajah pasien ODGJ adalah ekspresi  psikologis yang muncul serta merta, spontan.

Betapa tidak. MS adalah salah seorang di antara kita yang tentu saja memiliki  kelebihan dan kekurangan. Ia punya masa lalu dan masa depan.

Ia makhluk sosial yang secara lahir-batin memiliki perasaan, pengharapan, impian sama seperti kita yang lain.

Sayangnya, cara wawas kita terhadap  penderita membuat mereka semakin terbelenggu.  Kita menyakini bahwa tradisi pasung  merupakan sokterapi atau solusi atas persoalan mereka.

Potret MS tersenyum sumringah  tatkala Kapolsek Kuwus melepaskan kakinya dari lubang pasung adalah ekspresi kemerdekaan MS yang terbelenggu selama dua tahun lebih.

Ia bangkit dari dalam lubang pasung. Ia kembali menghirup udara segar setelah dua tahun tidur-bangun dalam ruang gerak yang sempit dan pengap.

MS tersenyum karena diberi waktu untuk  kembali bercengkrama ria bersama dua anak dan keluarga besarnya.

Istri telah meninggal dunia

Kapolsek IPDA Arsilinus Lentar menjelaskan lebih dalam tentang MS yang tersenyum itu. Bahwa beberapa tahun lalu, istrinya meninggal dunia.

MS tinggal bersama kedua anak perempuannya. MS mengalami gangguan jiwa setelah istrinya meninggal dunia.

“Kami menduga, ia depresi karena peristiwa itu. Ini juga berkaitan erat dengan narasi yang diungkapkan oleh keluarganya kepada kami, bahwa MS mengalami gangguan jiwa  bisa jadi karena faktor kondisi ekonomi”, ujar Kapolsek Kuwus.

Kapolsek Kuwus, IPDA Arsilinus Lentar mencukur rambut MS usai kayu pasung dicungkil Kapolsek. Foto/dok.Humas Polres Manggarai Barat.

Hasil asesmen klinis

Dijelaskan, pelepasan MS dari lubang pasung berdasarkan keputusan dari Kepala Puskesmas Ranggu bersama dr. Vioni I Agung yang merawat dan mendampingi MS sejauh ini serta atas kesepakatan dengan keluarga MS.

“Berdasarkan asesmen klinis dari
Puskesmas Ranggu, MS  bersifat kooperatif dalam artian bisa diajak ngobrol dan nyambung. Ia menjawab sesuai dengan apa yang kita tanya”, jelasnya.

Kapolsek IPDA Arsilinus Lentar mengatakan, pelepasan MS dari lubang pasung merupakan kejadian pertama kali tahun 2023 dilakukan di wilayah hukum Polsek Kuwus.

“Puji Tuhan, hari ini kita melakukan kegiatan lepas pasung ODGJ yang pertama di wilayah hukum Polsek Kuwus tahun 2023 terhadap MS (38). Dan pelepasan pasung pasien ini melewati asesmen klinis dari Puskesmas Ranggu,” ujarnya.

Potret miris tradisi pasung

Data akhir tahun 2022 dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Manggarai Barat mencatat sebanyak 671 ODGJ masih tersebar di 12 Kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat. Dari jumlah tersebut, sebanyak 51 orang masih dipasung.

Penderita gangguan jiwa dipasung, bukan baru terjadi sekarang. Praktik pemasungan sudah ada sejak dulu.
Di Manggarai khususnya, hal ini seperti sebuah tradisi. Kita sulit menerima kondisi keluarga yang menderita gangguan jiwa.

Bahkan ada keluarga penderita gangguan jiwa yang  tertutup karena alasan malu dan mengganggap ini sebagai aib. Dan karena itu, pemasungan diyakini sebagai solusi yang lumrah untuk menyembuhkan penderita. Biasanya pemasungan penderita gangguan kejiwaan dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak mengganggu warga sekitar lainnya.

Dahulu mungkin ya. Sebab belum ada rumah sakit dengan fasilitas yang serba canggih seperti sekarang ini. Namun kini dengan perkembangan medis yang memungkinkan pasien penderita gangguan jiwa disembuhkan dengan cara pengobatan atau bimbingan/pendampingan secara berkala.

Sayangnya, hingga saat ini tradisi pasung masih saja dilakukan di tengah masyarakat kita.

Salut untuk Kapolsek Kuwus

Kita laik memberikan apresiasi kepada Kapolsek Kuwus, IPDA Arsilinus Lentar bersama petugas kesehatan Puskesmas Ranggu.

Bagi Kapolsek Kuwus ini, penderita ODGJ bisa disembuhkan dengan cara mengkonsumsi obat dan pendekatan keluarga dengan penuh kasih sayang, kerelaan hati serta pengorbanan meski membutuhkan banyak waktu dan tenaga.

“Dengan mengkonsumsi obat secara teratur dan mendapat perhatian dari keluarga secara baik dan penuh kasih sayang, maka ODGJ dapat sembuh, dan ini tentunya membutuhkan waktu”, tutur IPDA Arsilinus Lentar.

Itu sebabnya, IPDA Arsilinus Lentar  mengimbau kita yang lain agar setiap warga yang mengetahui ada ODGJ yang ada di lingkungannya supaya melaporkan kepada pihak Kepolisian untuk diteruskan ke Puskesmas terdekat, sehingga penderita bisa mendapatkan penanganan secara medis.

“Untuk kesembuhan ODGJ sangat diharapkan adanya dukungan dari Pemerintah Desa dan Tim kesehatan dari Puskesmas serta dari keluarga sebagai orang terdekat”, kata IPDA Arsilinus Lentar.

Ia menambahkan, di tengah masyarakat kita, masih ada cara pandang bahwa ODGJ sakit karena diguna-guna.

“Ini salah, karena biasanya orang yang mengalami gangguan jiwa lebih disebabkan  oleh adanya permasalahan yang tidak terselesaikan,” terangnya. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *