Kegundahan Petani Sawah Menanti Hujan Tak Menentu

Avatar photo
Penampakan mesin sedot air kali ke sawah petani Desa Golo Ketak, Kecamatan Boleng. Foto/Robert Perkasa

Labuan Bajo | Okebajo.com | Para petani sawah di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur mengaku  resah dan gelisah.  Mereka gelisah karena curah hujan yang tak menentu. Biasanya, Desember atau paling lambat Januari, mereka sudah menanam.

Kini, benih sudah tumbuh, namun petak-petak sawah belum bisa digarap lantaran tidak ada  pasokan air.  Potret murung wajah petani bisa dijumpai di lahan persawahan  yang tersebar di  Kabupaten pariwisata super premium itu.

Pantauan Okebajo.com sepekan terakhir di Kecamatan Boleng, Komodo, Mbeliling dan Sano Nggoang menunjukkan fakta kecemasan para petani.

Sejumlah petani di  Kampung Kaca, Betong, Desa Golo Ketak, Kecamatan Boleng kini berusaha mendapatkan pasokan air sawah  dari sungai atau kali yang ada di sekitar lahan sawah garapan. Mereka memanfaatkan mesin penyedot untuk bisa mengolah lahan sambil berharap hujan turun ke bumi.

“Setiap petani sudah menyiapkan benih, bahkan banyak yang sudah tumbuh. Namun sawah belum bisa dibajak karena kekurangan air. Bagi yang punya mesin sedot, mereka terpaksa menyedot air kali bawa ke petak sawah. Sedangkan bagi yang tidak punyai mesin, menunggu hujan dalam ketidakpastian”, ujar bapak Putri dari Desa Golo Ketak.

Dataran Kecamatan Boleng merupakan salah satu sentra produksi  beras yang menunjang ketersediaan pangan di Kabupaten Manggarai Barat.

Dataran ini memiliki topografi pegunungan dan perbukitan di sekelilingannya yang sangat menjanjikan kemakmuran bagi para petani sawah jikalau curah hujan teratur, datang pada saat yang tepat.

Kecemasan yang sama juga merundung petani sawah tadah hujan di Kecamatan Sano Nggoang (Desa Golo Leleng, Nampar Macing) dan  Kecamatan Mbeliling. Lahan sawah para petani belum dibajak karena paceklik air.

Di Kecamatan Komodo, khususnya
persawahan Nggorang juga mengalami kegundahan senada.

Hasil penelusuran Okebajo.com, saluran irigasi di kawasan ini terpantau kering. Tidak ada air yang mengalir karena sedang direnovasi.

Seorang petani di Desa Nggorang menjelaskan bahwa proyek pengeringan itu, sudah dieksekusi sejak pertengahan tahun 2023 yang lalu.

“Saat sosialisasi, proyek ini katanya ditargetkan rampung awal tahun 2024 ini dan kembali difungsikan seperti pada sebelumnya. Namun hingga hari ini, proyek ini belum juga ada gejala rampung”, tutur warga di Desa Nggorang.

Kondisi sedikit berbeda terpantau di Kecamatan Lembor.  Tampak  petak-petak sawah di sepanjang jalan Trans Flores  sudah mulai menghijau pascapengeringan. Kendati demikian, di beberapa Desa lainnya masih ada sebagian besar lahan  sawah  petani belum digarap karena kekurangan air. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *