Labuan Bajo, Okebajo.com – Sengketa tanah seluas 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, terus menuai perhatian publik. Konflik ini semakin memanas setelah berbagai fakta baru yang mengarah pada dugaan keterlibatan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat, Gatot Suyanto, sebagai bagian dari mafia tanah, terungkap.
Muhamad Rudini, ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, pemilik tanah tersebut, menuding Gatot Suyanto sebagai pelaku di balik perubahan status tanah yang kontroversial.
“Gatot itu pembohong. Ia tahu tanah ini dalam sengketa sejak hari pertama menjabat, tetapi tetap memproses perubahan status tanah. Ini tindakan yang disengaja dan penuh tipu daya,” tegas Rudini.
Rudini mengungkapkan bahwa pada hari pertama Gatot menjabat sebagai Kepala BPN Manggarai Barat pihak ahli waris langsung menggelar demonstrasi besar-besaran hingga malam hari. Gatot sendiri sempat memimpin rapat mediasi dan berjanji tidak akan memproses perubahan status tanah sebelum ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari polisi dan keputusan final dari pengadilan. Namun, janji tersebut ternyata dilanggar.
“Dia mengubah Sertifikat Hak Milik (SHM) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama Maria Fatmawati Naput, meski kasus ini masih dalam penyidikan pidana di Polres Manggarai Barat. Janji netralitasnya hanyalah omong kosong,” lanjut Rudini.
Dalam Siaran Pers yang dikeluarkan Kantor ATR/BPN Manggarai Barat, Rabu (23/11/2024), yang salinanya diperoleh media ini, Gatot Suyanto menegaskan bahwa seluruh proses perubahan hak tanah dilakukan sesuai prosedur. Menurutnya, permohonan perubahan status diajukan setelah masa blokir tanah selesai dan tidak ada dasar hukum untuk menolak permohonan tersebut.
“Permohonan perubahan hak dilakukan melalui loket pelayanan dan telah memenuhi persyaratan. Tuduhan bahwa saya terlibat mafia tanah adalah tidak benar,” tegas Gatot.
Namun, ahli waris membantah klaim ini, menyebut bahwa permintaan blokir seharusnya bersifat permanen hingga penyelesaian sengketa pidana.
Rudini juga menyinggung soal pencabutan perkara perdata sebelumnya di PN Labuan Bajo. Menurutnya langkah ini sambil internal untuk mengganti nama penggugat ahli waris alm. Ibrahim Hanta.
“Gatot tahu koq pencabutan perkara perdata di PN sebelumnya, itu karena alasan intern ahli waris untuk menggugat, yaitu pergantian nama Penggugat, yang tadinya atas nama Suwandi Ibrahim, TNI aktif, lalu diganti oleh nama ahli waris lainnya, sipil, yaitu saya,” bebernya.
Rapat Rahasia di Cafe Escape Bajo
Sebuah fakta menarik muncul ketika terungkap adanya pertemuan rahasia di Cafe Escape Bajo pada Agustus 2023 yang lalu.
Jon Kadis, SH., salah satu tim PH ahli waris Ibrahim Hanta mengungkapkan bahwa dalam pertemuan itu, Gatot dikabarkan berjanji untuk tidak melanjutkan proses perubahan status tanah sebelum ada keputusan pengadilan yang inkrah dan SP3 dari kepolisian. Namun, satu bulan kemudian, ia justru menyetujui perubahan SHM menjadi SHGB.
“Bertemulah Kakan BPN Manggarai Barat, Gatot Suyanto, Suwandi Ibrahim, ahli waris alm. Ibrahim Hanta, RK ajudan Gatot, DR, SO, dan beberapa saksi teman-teman Suwandi yang masih TNI aktif saat itu. Terjadilah duduk baku rapat di meja luar lantai 2(dua) yang baru di cafe itu. Gatot tampak proaktif. Gatot berjanji netral, tapi nyatanya dia memproses perubahan SHM menjadi SHGB hanya sebulan setelah pertemuan tersebut. Ini bukti bahwa ada kekuatan besar yang bermain di balik kasus ini,” ujar Jon Kadis
Dalam pertemuan tersebut, Gatot berjanji akan menghentikan segala proses terkait tanah tersebut selama belum ada keputusan pengadilan yang inkrah dan SP3 dari Polres.
“Gatot mengatakan dan berjanji kepada ahli waris Suwandi Ibrahim, “kalau tidak ada keputusan inkrah pengadilan dan SP3 dari Polres Mabar, maka perkara sengketa tanah 11 hektar ini saya hentikan, stop SHM dan lain-lain, stop status quo karena masalah sengketa ini sudah terjadi dari tahun 2014, saya netral dan tidak memihak, apalagi saya mau pensiun”, ungkap Jon meniru ucapan Suwandi Ibrahim
Namun, sebulan kemudian, Gatot justru menyetujui permohonan perubahan SHM menjadi SHGB atas nama Maria Fatmawati Naput. Tindakan ini menuai kecaman keras.
Jon bahkan menantang pihak berwenang untuk memutar rekaman CCTV dari Cafe Escape Bajo guna mengungkap kebenaran.
Skandal Penawaran Uang Miliaran
Kisah semakin panas ketika salah seorang pemilik restoran di Labuan Bajo mengungkapkan bahwa Gatot sempat menerima tawaran uang miliaran dari pihak tertentu untuk memuluskan penerbitan SHM.
“Gatot sendiri bilang kepada saya, pihak sebelah menawarkan uang bermilyar-milyar, tapi katanya dia menolak. Tapi faktanya, SHM tetap berubah jadi SHGB,” ungkap IS
Ahli waris Ibrahim Hanta juga mempertanyakan penanganan kasus ini oleh Polres Manggarai Barat. Mereka menilai bahwa laporan pidana yang diajukan pihaknya sejak 2022 tidak diproses secara serius, sementara laporan lain yang kurang jelas legalitasnya justru mendapat perhatian lebih.
“Laporan pidana kami terkait cacat yuridis SHM yang diterbitkan BPN masih belum diproses. Kami mendesak pihak berwenang untuk segera memanggil Gatot Suyanto dan pihak-pihak terkait,” kata Rudini.
Meski putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo telah menyatakan bahwa tanah tersebut milik almarhum Ibrahim Hanta sejak 1973, eksekusi keputusan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat masih menjadi tanda tanya besar.
“Perjuangan kami belum selesai. Kami akan terus menuntut transparansi dan keadilan. Pertanyaan besar kini tertuju pada Gatot Suyanto: apakah ia benar-benar netral atau ada kekuatan besar yang bersembunyi di balik drama ini?” tutup Jon Kadis.