Selamatkan Tanah Ulayat Masyarakat Adat Nggorang dari Cengkeraman Mafia Tanah

Existensi dan pelaksanaan hak ulayat yang tertib akan sangat membantu dalam menciptakan kondisi hidup aman dan damai dalam masyarakat. Oleh karena itu, sudah sepatutnya tiap orang di kawasan ini harus menjunjung nilai luhur ini.

Avatar photo

Oleh Jon Kadis, S.H 

Opini, Okebajo.com – Mengapa? Di Labuan Bajo, salah satu wilayah masyarakat adat Nggorang Kabupaten Manggarai, sesuai berita beberapa media online sebulan terakir, ada oknum yang turunan mantan Kepala Hamente (Dalu) bertindak seperti Pemangku adat/ulayat. Oknum ini membagi tanah ulayat, memberi surat alas hak atas tanah. Dan, berdasarkan surat itu, disertifikatkan pula oleh oknum di BPN. Masalahnya, tanah SHM tersebut tumpang tindih diatas tanah milik sah warga yang diterima sejak lama.

Ada lagi. Ditemukan tahun ini, bahwa ada akta Notaris PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) atas obyek tanah sekuas 40(empatpuluh) hektar di tanah ulayat Nggorang milik 1(satu) orang dan pembelinya seorang pula. Hampir pasti tumpang tindih di tanah milik warga. Gila !

Salah satu korbannya bernama Muhammad Rudini. Rudini yang asli Manggarai ini terinjak, terhimpit, terjepit. Kakeknya memiliki tanah itu sejak tahun 1973 berdasarkan adat “kapu manuk lele tuak” (cara adat Manggarai saat anggota masyarakat adat mau memperoleh tanah ulayat). Selama ini mereka hidup dari pengolahan tanah itu.

Ketika mereka mengajukan ke BPN untuk pembuatan sertifikat tanah, BPN infokan bahwa diatas tanahnya sudah ada SHM atas nama orang lain. Itu berarti telah terjadi penipuan (Pasal 378 KUHP) dan kesengajaan pemalsuan surat tanah oleh orang lain (sebut saja Mafioso) sehingga hak atas tanahnya beralih kepada orang lain ( Pasal 263 KUHP), sengaja melawan hak atas suatu benda milik orang lain (Pasal 372 KUHP), pemalsuan identitas untuk dokumen otentik ( Pasal 264 KUHP), menyuruh memasukkan keterangan palsu (Pasal 266 KUHP).

Melihat Kejaksaan membuka pintu untuk mengadu, sebagaimana SE Jaksa Agung nomor 16 tahun 2021 tentang satgas pemberantasan mafia tanah, Rudini menghadap Kejaksaan Negri di Labuan Bajo pada Januari 2024. Tapi apa daya, sampai hari ini, 7 (tujuh) bulan setelah BAP, belum juga difollow up oleh Kejari Manggarai Barat. Ada apa di dalam Kajari Manggarai Barat?

Herannya, ada orang asli dari adat budaya Manggarai justru terkesan berpihak pada oknum bukan turunan Tua Golo itu yang diduga kuat telah melakukan pembagian tanah dan pemberian alas hak. Apa yang ingin diperolehnya dari pendampingannya terhadap mereka yang bukan Tua Golo dalam kasus mafia tanah? Anda tentu tahu jawabannya. Apakah orang ini pembela keluhuran adat / ulayat Manggarai warisan leluhur?

Seperti diketahui bahwa hak ulayat dalam hukum adat, baik existensi maupun pelaksanaannya, sepanjang masih ada, itu diakui Negara melalui UUPA. Tanah ulayat masyarakat adat memang lahan kosong yang belum diolah orang-perorangan atau belum diolah secara berkelompok, tapi tanah tersebut tetap ada tuan-nya, berada dalam hak pengaturan Fungsionaris ulayatnya.

Aksi mafia tamah ini membuat rugi masyarakat, dunia usaha, hingga negara. Tahun 2024, Kementerian ATR/BPN menyasar 87 kasus mafia tanah yang menjadi target operasi. Khusus yang masuk tahap P21, artinya berkas perkara sudah lengkap semua, ada 21 target operasi dengan jumlah tersangka 36 orang. Sedangkan luas objek tanah mencakup 198 hektare, dengan total potensi kerugian negara dan masyarakat yang berhasil diselamatkan mencapai Rp5,16 triliun (mengutip ucapan AHY, Mentri ATR/BPN, dari Monitorindonesia.com tanggal 15 Juli 2024).

Hak ulayat itu ada dan hidup dalam masyarat hukum adat Manggarai. Salah satu existensi itu adalah adanya Fungsionaris adat/ Pemangku Ulayat, yang dalam bahasa Manggarai disebut Tua Golo. Tua Golo dan Turunannya adalah perangkat dalam hukum adat Manggarai yang berhak untuk membagi tanah. Fungsionaris ini juga memelihara tradisi adat budaya sebagai nilai luhur dalam kehidupan masyarakatnya.

Existensi dan pelaksanaan hak ulayat yang tertib akan sangat membantu dalam menciptakan kondisi hidup aman dan damai dalam masyarakat. Oleh karena itu, sudah sepatutnya tiap orang di kawasan ini harus menjunjung nilai luhur ini.

Noda terhadap nilai luhur adat budaya Manggarai ini mendorong tiap kita untuk tetap menghormati serta memposisikan Tua Golo dan Turunannya pada jalur yang sebenarnya. Mari selamatkan adat budaya / ulayat Manggarai dari perbuatan oknum yang bukan Tua Golo.

Wasalam,

Penulis adalah Advokat dan Anggota AMANG (Asosiasi Masyarakat Adat Manggarai) berdomisili di Labuan Bajo.

Catatan Redaksi : Semua isi tulisan dalam artikel ini menjadi tanggungjawab penuh dari penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *