Penangkapan Terhadap Pemimpin Redaksi Floresa.co, Edi Hardum : Polisi Diduga Menerima Pesanan Pemodal

Avatar photo
Penangkapan Terhadap Pemimpin Redaksi Floresa.co, Edi Hardum : Polisi Diduga Menerima Pesanan Pemodal
Dr. Edi Hardum, SH, MH,

Jakarta, Okebajo.com – Praktisi hukum dan akademisi, Dr. Edi Hardum, SH, MH, menyuarakan kecaman keras atas tindakan aparat kepolisian yang menangkap Herry Kabut, Pemimpin Redaksi Floresa.co, pada 2 Oktober 2024. Herry ditangkap saat sedang meliput aksi protes warga yang sejak kemarin berhadap-hadapan dengan pemerintah dan PT PLN menentang upaya pematokan lahan proyek geotermal di Poco Leok.

Dalam pernyataannya kepada media Okebajo.com Rabu (02/10/2024), Dr. Edi Hardum, menegaskan bahwa penangkapan tersebut merupakan bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers, terutama terhadap Floresa.co yang selama ini dikenal sebagai media yang kritis dan tegas dalam mengawal isu-isu masyarakat.

“Penangkapan terhadap Pempred Floresa.co oleh aparat pada tanggal 2 Oktober 2024 saat sedang meliput sebagai bentuk teror terhadap pers terutama Floresa yang selalu intens dan kritis. Oleh karena itu, saya minta semua wartawan terutama wartawan Floresa jangan kendor semangat dan keberanian. Floresa harus tetap berani dan kritis,” kata pengajar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta ini

Lebih lanjut, ia menyerukan kepada Polri, khususnya Polres Manggarai, untuk menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap wartawan. Menurutnya, pers adalah pilar penting dalam demokrasi, dan setiap upaya untuk mengkriminalisasi pekerja pers adalah ancaman langsung terhadap demokrasi itu sendiri.

“Wartawan adalah bagian integral dari kekuatan keempat dalam negara demokrasi. Kriminalisasi terhadap wartawan sama dengan mengkriminalisasi pers, yang pada akhirnya membahayakan demokrasi kita,” kata alumnus S3 Ilmu Hukum Universitas Trisakti, Jakarta ini.

Mengomentari kondisi saat ini, Edi Hardum menyatakan keprihatinannya terhadap perlakuan terhadap wartawan.

“Di medan perang pun wartawan dilindungi. Polisi yang mengkriminalisasi wartawan patut diduga, pertama, polisi tak profesional. Kedua, polisi diduga menerima pesanan pemodal atau terima sogokan,” ujarnya dengan nada prihatin.

“Saya minta kapolri agar minta semua jajarannya untuk, pertama, mengedepankan fungsi polri sebagaimana diamanatkan UU Polri yakni melindungi, mengayomi dan menegakkan hukum dalam menjalankan tugas. Kedua, menghukum anak buahnya yg mengkriminalisasi wartawan dan masyarakat,” kata advokat dari kantor Hukum “Edi Hardum and Partners” ini.

Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa untuk kasus Pocoleok hendaknya Polri tidak memihak.

“Polri harus tampil sebagai pelindung, pengayom dan penegak hukum,” tegas alumnus S2 Ilmu Hukum UGM, Yogyakarta ini.

Dilansir Okebajo.com dari media Floresa.co pada Rabu, 2/10 malam, Floresa mendapat informasi dari sejumlah warga Poco Leok di Kabupaten Manggarai yang sedang unjuk rasa menolak proyek geotermal bahwa Herry Kabut, Pemimpin Redaksi Floresa ditangkap oleh aparat pada 2 Oktober saat sedang meliput.

Hingga pukul 15.00 Wita saat laporan ini dipublikasi, ia masih di dalam mobil aparat, bersama beberapa warga Poco Leok lain yang juga ikut ditangkap.

Herry ke Poco Leok pada 2 Oktober untuk meliput aksi protes warga yang sejak kemarin berhadap-hadapan dengan pemerintah dan PT PLN menentang upaya pematokan lahan proyek geotermal.

Upaya pematokan itu dikawal aparat gabungan polisi, TNI dan Satpol PP.

Seorang warga berkata kepada Floresa bahwa saat tiba di lokasi, Herry tiba-tiba ditarik oleh aparat.

“Ia dipukul saat dibawa paksa ke dalam mobil,” kata warga itu.

Ia menjelaskan, sejumlah warga berusaha mengambil video dan foto saat penangkapan terjadi, “namun dihalau aparat.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *