Ruteng, Okebajo.com – Sebanyak 37 karyawan PT. Floresco Aneka Indah yang berkedudukan di Jalan Adisucipto, Nomor 22, Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur, resmi mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Permohonan ini diajukan melalui surat resmi tertanggal 20 Mei 2025 yang ditandatangani oleh empat perwakilan buruh, yaitu Heronimus Nadur, Agustinus Syukur, Benediktus Handu, dan Lodoviktus Mangkur.
Langkah ini diambil setelah para buruh mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak manajemen PT. Floresco Aneka Indah tanpa disertai pembayaran pesangon yang menjadi hak normatif pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia.
Dalam surat yang salinanya diperoleh media ini, Senin, (2/6/2025) berikut ini kronologi terkait PHK terhadap 37 orang buruh hingga pada proses mediasi yang berujung buntu.
Kasus ini bermula pada 30 Oktober 2024 ketika para buruh diberitahu bahwa mereka akan dirumahkan sementara dengan alasan perusahaan tidak memiliki proyek aktif. Sejak dirumahkan awal November 2024, para buruh tidak lagi menerima gaji.
Pada 12 Maret 2025, pihak perusahaan mengadakan rapat bersama seluruh karyawan. Direktur PT. Floresco Aneka Indah, Fransiskus Cristian Sumito, menjelaskan bahwa perusahaan belum mendapatkan pekerjaan dan memutuskan untuk merumahkan semua karyawan tanpa batas waktu yang jelas. Meski perusahaan menyatakan tidak akan melakukan PHK, mereka memberikan opsi kepada karyawan untuk memilih antara PHK, mengundurkan diri, atau pensiun.
Mayoritas buruh memilih PHK dengan harapan mendapatkan hak pesangon. Namun, ketika para buruh datang untuk menandatangani surat PHK pada 15 Maret 2025, hanya satu orang karyawan, Elvis Dokubani, yang menerima surat resmi, itupun tanpa rincian nominal pesangon maupun jadwal pembayarannya. Sementara yang lainnya hanya diberikan surat pengalaman kerja.
Mediasi Gagal Berkali-Kali
Setelah upaya internal menemui jalan buntu, para buruh melalui kuasa hukum mereka mengajukan permohonan fasilitasi penyelesaian PHK ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manggarai pada 7 April 2025. Namun, proses mediasi bipartit dan tripartit yang dilakukan selama bulan April dan Mei sebanyak total enam kali, empat kali bipartit dan dua kali tripartit selalu gagal.
Beberapa mediasi gagal lantaran pihak perusahaan menolak kehadiran kuasa hukum buruh, bahkan dalam salah satu pertemuan, pegawai Dinas Tenaga Kerja sempat melarang kuasa hukum buruh untuk mendampingi kliennya. Hal ini sempat menimbulkan ketegangan antara pihak buruh dan pegawai dinas.
Pihak perusahaan sempat mengutus kuasa hukumnya, Erlan Yusran, SH., MH., untuk menawar pembayaran pesangon sebesar ¾ dari total perhitungan yang telah disusun kuasa hukum buruh. Namun, tawaran tersebut tidak ditindaklanjuti dalam pertemuan resmi berikutnya, yang membuat proses penyelesaian kembali gagal.
Total Pesangon Capai Lebih dari Rp1,1 Miliar
Menurut perhitungan kuasa hukum buruh, total hak yang seharusnya diterima oleh 37 pekerja, termasuk uang pesangon, uang masa kerja, cuti, gaji selama dirumahkan, iuran BPJS, serta selisih upah di bawah UMP Manggarai yang berlaku, mencapai Rp1.104.552.009 (satu miliar seratus empat juta lima ratus lima puluh dua ribu sembilan rupiah). Jumlah ini merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.
Atas kebuntuan penyelesaian di tingkat lokal dan ketidakjelasan komitmen dari pihak perusahaan, para buruh memohon agar Menteri Tenaga Kerja RI turun tangan memberikan perlindungan hukum. Mereka meminta agar hak-hak normatif mereka dipenuhi sesuai dengan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
Dalam surat permohonan tersebut, para buruh menyatakan harapan agar Kementerian dapat mengambil langkah tegas demi melindungi hak-hak pekerja dan mencegah praktik PHK sepihak tanpa pemenuhan hak pekerja sebagaimana terjadi dalam kasus ini.
Makarius Paskalis Baut, S.H., kuasa hukum dari 37 buruh PT Floresco Aneka Indah, mengecam keras sikap perusahaan yang hingga saat ini belum menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya terhadap para pekerja yang telah diberhentikan secara sepihak.
“PT Floresco Aneka Indah ini bukan perusahaan kecil. Mereka punya sejarah panjang dan dikenal sebagai pemain besar di sektor konstruksi di wilayah NTT. Maka sangat ironis jika hari ini mereka berdalih tak sanggup membayar pesangon kepada 37 pekerjanya, padahal mereka adalah tulang punggung perusahaan selama bertahun-tahun,” tegas Makarius,.kepada media Okebajo.com Senin, 1 Juni 2025.
Menurutnya, besaran pesangon yang dituntut oleh para buruh, yaitu lebih dari Rp1 miliar, bukan angka yang muncul tanpa dasar.
“Itu hasil perhitungan normatif yang mengacu langsung pada regulasi yang berlaku, termasuk Undang-Undang Cipta Kerja dan PP Nomor 35 Tahun 2021. Kami tidak minta lebih, hanya hak yang seharusnya mereka terima. Jangan Gunakan Dalih Efisiensi untuk Menindas Hak Pekerja” tegasnya.
Makarius menilai alasan efisiensi yang dikemukakan perusahaan justru memperlihatkan ketidakseriusan manajemen dalam menangani persoalan ini secara manusiawi dan profesional.
“Efisiensi itu bukan dalih untuk membuang orang yang sudah mengabdi puluhan tahun lalu menghilangkan hak mereka begitu saja. Kalau tidak bisa menghormati pekerjanya, sebaiknya jangan menjalankan usaha di negeri ini,” katanya lantang.
Lebih jauh, ia menyesalkan sikap PT Floresco yang berkali-kali mangkir dari proses mediasi, baik dalam forum bipartit maupun tripartit yang difasilitasi oleh Dinas Ketenagakerjaan Manggarai.
“Empat kali bipartit gagal, dua kali tripartit juga mentok. Bukan karena buruhnya tidak terbuka, tapi karena perusahaan terus-menerus menghindar dari tanggung jawab substansial: membayar pesangon sesuai ketentuan.” jelas Paskalis.
Karena itu, lanjut Makarius, pihaknya telah mengambil langkah serius dengan menyurati langsung Kementerian Ketenagakerjaan RI.
“Kami sedang menyiapkan permintaan audiensi dengan Menteri atau minimal Wakil Menteri. Negara harus turun tangan. Ini bukan hanya soal 37 orang, tapi preseden buruk bagi dunia ketenagakerjaan di NTT,” ujarnya.
Makarius menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar soal uang, tetapi soal martabat dan keadilan bagi kaum buruh.
“Kalau perusahaan sebesar PT Floresco boleh bebas seenaknya melanggar hak pekerja, maka habislah sudah perlindungan hukum untuk buruh-buruh kecil di daerah,” tutupnya.
Hingga berita ini terbit, media ini belum mendapatkan keterangan dari Direktur PT. Floresco Aneka Indah, Fransiskus Cristian Sumito meskipun media telah berupaya mengubungi namun belum berhasil.