Labuan Bajo | Okebajo.com | Pernikahan Gabariel Pampur dan Yosephina Meliana bukan hanya penyatuan dua jiwa, melainkan perwujudan kembali sebuah tradisi yang kini kian langka, sebuah janji abadi yang diukir dengan tinta adat.
Ritual adat Wagal, bukan hanya deretan upacara, melainkan perjalanan spiritual. Dari “Curu Wina” menyambut pengantin baru dengan sukacita, “Wa’u Wae” yang menyucikan, hingga Misa Syukuran yang menggenapi. Namun, di antara semua itu, ada satu warisan tradisi yang bergemuruh, membelah keheningan dan memukau ribuan pasang mata, yakni Tari Caci.
Rabu, 25 Juni 2025 di halaman rumah adat Kampung Roe, para penari Caci berdiri gagah, seolah mereka adalah reinkarnasi para leluhur yang menjaga tradisi. Mengenakan busana tradisional yang khas, dengan hiasan kepala menyerupai tanduk kerbau yang menjulang, mereka bukan sekadar penari, melainkan prajurit kehormatan.
Setiap gerakan, setiap lompatan, setiap sabetan cambuk bukan hanya atraksi fisik, melainkan dialog bisu antara keberanian dan sportivitas.
“Ca” dan “Ci” – satu dan uji. Caci adalah duel satu lawan satu, sebuah pertarungan yang melampaui fisik. Perisai “toda” atau “nggiling” menangkis pukulan, sementara cambuk “larik” dari kulit kerbau atau sapi menyambar. “Panggal”, pelindung kepala dari anyaman rotan, menjadi mahkota keberanian.
Di setiap gerakan lincah dan pukulan gesit, tersembunyi kelincahan dan kekuatan para penari, memukau warga setempat dan para pelancong dari jauh.
Para wisatawan mancanegara, terhipnotis oleh aura otentik, menemukan diri mereka menjadi saksi sebuah warisan hidup.
Luka yang diakibatkan cambukan bukanlah cedera, melainkan lambang pengorbanan, tanda keberanian, dan kehormatan.
Caci bukan hanya tarian, melainkan narasi filosofis tentang kejujuran dan kekuatan batin. Setiap sabetan adalah pengajaran, setiap tetes keringat adalah doa.
Di tengah gemuruh cambuk dan sorakan penonton, suku Manggarai tak hanya menampilkan sebuah pertunjukan, tetapi juga merawat api warisan leluhur.
Dengan setiap ritual Wagal yang digelar, dengan setiap tarian Caci yang ditarikan, mereka bukan hanya mewariskan seni, tetapi juga nilai-nilai luhur dan identitas Manggarai yang tak lekang oleh waktu.
Tari Caci adalah “living tradition,” sebuah denyutan jantung budaya yang terus hidup dan berkembang, memastikan bahwa kisah-kisah keberanian dan kehormatan akan terus terukir dalam setiap generasi Manggarai. *(Robert Perkasa)