Oleh : Fransiskus Ndejeng *)
OKEBAJO.com ||Alasan kedua adalah alasan Historis pemekaran Keuskupan Ruteng sebagai berikut ; Pertama, dalam sejarah dunia, bersatu selalu lebih baik dari berpisah dan berseberangan. “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Kedua, dalam sejarah Gereja, Gereja menjadi terpecah dalam daerah tertentu. Gereja secara historis hilang (bdk. Afrika Utara, bekas jajahan Romawi Timur yang dulunya Kristen). Persatuan antara gereja lokal dan sesama gereja lokal dan gereja universal menjadi sangat penting.
Ketiga, sejarah “bangsa Manggarai” dalam bingkai NKRI dengan Pancasila sebagai dasar Negara. Menganut aliran pemikiran Uskup Indonesia, pribumi pertama, Mgr. Soegyapranata, SJ, “Kita 100% Katolik dan 100% Indonesia”. Sebagai pahlawan Nasional Indonesia, kawan seperjuangan Soekarno. Manggarai adalah satu kesatuan historis: dengan suka duka pasang surut mereka membentuk sebuah suku, etnis dengan ras tertentu. Mongoloid bercampur Melanoid, dan/atau Austroloid (bdk. Ras Suku Bangsa).
Selanjutnya, etnisitas itu membentuk entitas bangsa (nation) dan menjadi komunitas yang mencakup dan menerima siapa saja mau menyakini dan berbagai nilai “Bersama”, yaitu nilai keManggaraian dengan keunikannya dalam berbagai bidang yang membedakan dengan suku dan bangsa lainnya. Nilai-nilai ke Manggaraian itu memampukan mereka untuk mendefinisikan identitasnya yang unik dan khas. Tetapi, juga menampakkan mereka untuk bersatu dengan suku, bangsa, dan negara lainnya, dengan nilai-nilai universal.
Dalam keManggaraian ada keunikan (singularitas), ada kekhususan (partikulatitas), dan yang umum, besama, untuk semua manusia (universitas).
Keempat, bangsa Manggarai Bersatu dengan Indonesia untuk membentuk sebuah negara (state) dan sebuah bangsa (nation) yang lebih besar, yaitu NKRI, dengan dasar Pancasila, dan motto ” Bhinneka Tunggal Ika. Warga Manggarai membagi nilai yang sama dengan bangasa-bangsa etnisitas di seluruh kepulauan NusaTenggara Timur, sehingga menjadi satu provinsi kepulauan.
Selanjutnya, dalam perspektif administrasi pemerintahan NKRI (state) bangsa (nation) Manggarai ini dimekarkan menjadi tiga Kabupaten, yaitu Manggarai (induknya), Manggarai Barat dan Manggarai Timur (bdk. UU Nomor 8 Tahun 2003). Walau pun demikian, identitas “bangsa Manggarai” tidak bisa dimekarkan, karena dia terikat oleh nama Manggarai pada tiga kabupaten itu. Nama Manggarai sudah menjadi “kenangan sejarah bersama” (memori kolektif) yang melekat dan mengakar pada badan, jiwa, roh dan sanubari yang tidak bisa terbagi. Tidak bisa terlepas, dan tidak terbuang. Ingat! Provinsi Timor Timur, menjadi provinsi ke 27 NKRI, secara historis dan genealogis, masih memiliki tali persahabatan keluarga dekat dengan saudaranya di Timor Barat, NTT.
Simak tulisan hasil seminar dalam resume, tawaran solusi untuk “Reunifikasi”, dalam Buku Dr. Gregorius Neonbasu, SVD., 1996). Namun, Soeharto, menolak. Ia selalu, merupakan sebuah panggilan abadi untuk bersatu dan bersaudara. Berapa pun, kabupaten dan keuskupan Manggarai tetap abadi dan satu.
Kelima, dalam dan di atas bangsa Manggarai itu berdiri “Gereja Manggarai”, yang adalah karya Allah sendiri dalam diri orang-orang yang berkehendak baik, terutama para misionaris Eropa. Dan, berlanjut terus sampai sekarang dalam diri semua pelayan pastoral dalam berbagai tingkat dan umat keuskupan. Karya Allah satu dan sama walau pun berbeda dalam wujud dan metodenya secara detail dan teknis. Tujuan terakhir dari karya Allah ini adalah perwujudan Kerajaan Allah yang satu dan sama.
Gereja Manggarai menjadi sebuah identitas yang tak terpisahkan sejarah komunitas Manggarai. Walau pun demikian, Gereja Manggarai dalam sejarahnya tidak bersifat eksklusif tetapi inklusif. Untuk itu, Gereja Manggarai membangun tridialog dengan sesama Katolik (ad intra), dialog dengan agama lain, seperti non Katolik dan non Kristen, dan dialog dengan sesama umat manusia (ed extra).
Gereja Manggarai dan visi misinya, lewat tritugas Kristus dan Pancatugas Gereja ingin mewujudkan persatuan sejarah manusia dan sejarah keselamatan yang menjadi perwujudan Kerajaan Allah di tanah Nusa Lale ini. **
(Bersambung)