Labuan Bajo, – Okebajo.com – Kejaksaan Negeri Manggarai Barat diduga mengabaikan laporan masyarakat terkait tindakan penyerobotan lahan seluas 11 Hektare yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT yang diduga dilakukan oleh keluarga ahli waris almarhum Niko Naput.
Dugaan tindakan penyerobotan lahan tersebut diketahui setelah munculnya SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan SHM atas Nama Paulus Grant Naput yang diterbitkan oleh BPN Manggarai Barat pada tahun 2017 yang lalu.
Menanggapi hal itu, Muhamad Rudini selaku ahli waris almarhum Ibrahim Hanta langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Satgas Mafia Tanah pada tanggal 8 Januari 2024. Naasnya laporan tersebut hingga saat ini tidak ada tindak-lanjut dari pihak Satgas Mafia Tanah dalam hal ini Kejaksaan Negeri Manggarai Barat.
Muhamad Rudini melalui kuasa hukumnya DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H., mengecam Kejaksaan Negeri Manggarai Barat atas dugaan pengabaian terhadap laporan tersebut.
Menurut Indra, meskipun laporan telah diterima secara resmi sejak 8 Januari 2024 oleh tim Satgas Mafia Tanah dan juga tim tersebut juga telah melakukan pemeriksaan di Lokasi obyek sengketa pada tanggal 16 Januari 2024, namun hingga saat ini belum ada perkembangan yang signifikan dalam penanganan kasus ini. Pihaknya merasa bahwa upaya hukum yang ditempuh tidak direspons dengan serius oleh pihak Kejari Manggarai Barat.
“Laporan Muhamad Rudini diterima pada tanggal 8 Januari 2024 oleh tim Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, namun hingga detik ini kami tidak mengetahui sudah sejauh mana progres pelaporannya. Kami merasa bahwa laporan yang telah kami layangkan di Kejaksaan Negeri Manggarai Barat beberapa waktu lalu itu diabaikan,” Tegas Indra, Rabu, (10/7) siang.
Kuasa hukum dari Muhamad Rudini menjelaskan bahwa Pada tanggal 16 Januari 2024, tim dari Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, yang dipimpin oleh Kasi Pidsus, Wisnu Sanjaya, S.H., bersama tim BPN Manggarai Barat, yang dipimpin oleh Kasi Sengketa Bapak Putu dan Bapak Jonas, turun langsung ke lapangan untuk memeriksa lokasi tanah yang menjadi obyek sengketa. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencocokkan lokasi tersebut dengan Warkah atau bukti penyerahan tanah adat yang tercatat pada tanggal 2 Mei 1990.
Dalam pemeriksaan tersebut, terungkap bahwa kedua SHM yang terdaftar atas nama Paulus G. Naput (tergugat 1) dan Maria F. Naput (tergugat 2) mengalami kesalahan lokasi, ploting, dan penunjukan batas-batas.
“Dari hasil pemeriksaan tersebut, tim BPN dan tim Kejari sepakat bahwa kedua tanah atas nama Paulus G. Naput (pihak tergugat 1) dan Maria F. Naput (pihak tergugat 2) tersebut terbukti salah lokasi, salah ploting, atau salah penunjukan batas-batas. Lokasi sebenarnya berdasarkan peta warna merah seluas 16 Ha, bukan di peta warna hijau yang merupakan lokasi tanah milik penggugat seluas 11 Ha,” Jelas Indra
Indra juga menjelaskan bahwa pihak BPN Manggarai Barat membawa 10 tumpukan map berkas saat pemeriksaan. Namun, dari dokumen tersebut, tidak ditemukan Warkah asli yang menjadi dasar penerbitan SHM atas nama pihak terlapor.
Pemeriksaan lebih lanjut oleh Kasipidsus dan Kasipidum Kejari Manggarai Barat terhadap dokumen-dokumen tersebut menemukan bahwa semua surat di Warkah SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput hanyalah fotokopi dan tidak mencantumkan batas-batas serta saksi-saksi yang sah.
“Saat itu pihak BPN membawa dokumen Warkah tanah 11 hektar yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo. Kasipidsus dan Kasipidum Kejari Manggarai Barat memeriksa satu persatu berkas dari BPN itu, dan di dalam warkah tersebut tdak ditemukan dokumen yang asli surat penyerahan tanah adat. Semua surat-surat di warkah sebagai dasar penerbitan SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan SHM Paulus Grant Naput adalah foto copy semua dan salah lokasi, salah letak, salah penunjukan batas-batas dan juga salah saksi-saksi batas atas nama Mikael Mensen denga Bapak Stephanus Herson,” ungkap Indra
Kemandekan Proses Hukum
Setelah pemeriksaan bersama di Lokasi, Indra menuturkan bahwa hingga kini sangat disayangkan bahwa diduga surat perintah kerja atau sprindik dari Kajari, Sarta, S.H., belum pernah diterbitkan. Akibatnya, tim Kejaksaan Negeri Manggarai Barat tidak dapat bergerak untuk menegakkan keadilan dan memberantas mafia tanah. Hal ini menyebabkan pemilik SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput tetap tidak tersentuh hukum dan bebas dari panggilan pihak Kejari.
Dr. Indra Triantoro mengungkapkan kecurigaannya bahwa ada perlindungan dari Kepala Kejari Manggarai Barat terhadap kasus ini.
“Hampir tujuh bulan berlalu tanpa ada surat perintah atau sprindik yang dikeluarkan untuk memberantas mafia tanah di Labuan Bajo. Situasi ini sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian serius agar keadilan dapat ditegakkan. Keadilan harus ditegakkan, dan mafia tanah harus diberantas demi kebaikan bersama masyarakat Manggarai Barat,” tegas Indra
Indra menuturkan bahwa hingga saat ini pihaknya mengaku kecewa dan ingin mengetahui sejauh mana progress pelaporan tersebut di Kejari Manggarai Barat. Kekecewaan tersebut kata Indra tentu bukan tanpa alasan, pasalnya mereka hanya ingin mengetahui apakah melalui pemeriksaan langsung lokasi dan juga pemeriksaan dokumen daei BPN Manggarai Barat itu layak atau tidak untuk ditindak lanjuti.
“Seharusnya kan ada pemberitahuan melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan dan atau hasil penelitian. Kalau memang memenuhi unsur pidana, iya bagaimana kelanjutannya begitupun sebaliknya. Tujuannya supaya publik bisa mengikuti dan mengetahui proses yang sedang berjalan,” Cetus Indra
“Kalau ngambang begini kan, kami mencurigai bahwa Kejaksaan sudah berkompromi dengan pihak terlapor karena hingga saat ini Kejari Mabar belum mengeluarkan surat perintah tindak lanjut untuk panggil itu terlapornya” Tambah Indra
Indra menjelaskan bahwa Kejaksaan itu memiliki kewenangan dalam menangani kasus penyerobotan lahan.
“Jika memang pihak Kejaksaan dalam hal ini selaku tim Satgas Mafia Tanah tidak mempunyai kewenangan dalam tangani kasus penyerobotan lahan kenapa laporan Muhamad Rudini resmi di terima oleh pihak saat itu yang kemudian mereka turun langsung ke lokasi untuk mengecek obyek sengketa pada tanggal 16 Januari 2024?. Jadi Kejari sangat jelas mempunyai kewenangan dalam menangani kasus penyerobotan lahan, karena mereka adalah bagian dari tim Satgas Mafia Tanah,” tutup Indra
Ia menegaskan bahwa jika laporan ini tidak segera ditindaklanjuti oleh Kejari Manggarai Barat maka pihaknya akan mengambil langkah tegas dengan melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Barat kepada Komisi Kejaksaan Republik Indonesia.
“Kami akan mengambil langkah tegas jika laporan tidak ditindak-lanjuti ya. Kepala Kejari Mabar akan kami laporkan ke Komisi Kejaksaan Pusat dan ke JamWas Kejagung Pusat, ” tegas Indra
Hingga berita ini terbit, Sarta, S.H,. selaku Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Barat belum berhasil dikonfirmasi. Media ini tetap berupaya untuk mendapatkan keterangan resmi dari Kajari Mabar.
Mengutip dari media flores.pikiran-rakyat.com, Kasie pidsus Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, Wisnu Sanjaya, S.H ketika di konfirmasi mengatakan bahwa Ia sedang mengikuti kegiatan di luar kantor, dan mengarahkan wartawan untuk datang ke kantor ketemu langsung bidang intel.
“Diluar mas ada giat. Langsung konfirmasi ke kantor melalui bidang intel mas satu pintu,” jawab Wisnu Via Whatsapp Kamis, (11/7) pagi.
Mendapat jawaban seperti itu, awak media langsung mendatangi Kejaksaan Negeri Manggarai Barat sekitar pukul 12.20 Wita.
Setibanya di kantor Kejari, Pramu tamu kejaksaan langsung merespon dan mengarahkan wartawan untuk ketemu kasie intel Ngurah Agung Asteka Pradewa Artha.
Tak berselang lama Kasie Intel pun muncul, namun Ia enggan berkomentar banyak terkait beberapa informasi laporan Muhamad Rudini pada 8 Januari 2024 lalu.
“Saya harus konfirmasi ke pihak penerima laporan kaka, karena saya masih baru disini,” ucapnya ramah.
Kasi Intel Kejari Mabar juga berjanji akan tetap memberikan informasi terkait itu, setelah Ia berkordinasi dengan pihak penerima laporan (Kasie Pidsus Wisnu Sanjaya. Red).
Diketahui adapun beberapa dokumen yang dilampirkan oleh pelapor yaitu gugatan perbuatan melawan hukum dengan nomor 01868/EI-LS/2023 tanggal 20 Desember 2023, Surat pernyataan jual beli tanah adat tertanggal 10 Maret 1990, Surat bukti penyerahan tanah adat tanggal 2 Mei 1999, Surat tanda terima dokumen nomor berkas permohonan 813/2020, Surat tanda bukti laporan : LP/B/240/IX/2022/Polres Manggarai Barat tanggal 13 September 2022, Surat keterangan perolehan tanah adat tanggal 24 Januari 2019 dan Gambar lokasi tanah Negara (tanah adat) dan yang menerima laporan tersebut adalah Wisnu Sanjaya, SH.**