HMI Desak DPR Gunakan Hak Angket Usut Transaksi Rp349 Triliun

Avatar photo

Makassar | Okebajo.com |Kolaborasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Korkom Tamalate dan Korkom Printis berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan, Senin, 3 April 2023.

Terpantau Okebajo.com, ratusan masa aksi membakar ban bekas di jalan sebagai bentuk protes mereka atas transaksi mencurigakan senilai Rp349 Triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kami mendesak DPR untuk gunakan hak Angket agar kasus dugaan transaksi Rp349 Triliun ini menjadi terang benderang”, tegas
Jendral lapangan, Budiman Akbar saat berorasi.

Menurut Akbar, jika DPR menggunakan hak angketnya, maka akan dapat menelusuri asal usul transaksi keuangan yang mencurigakan itu.

Penelusuran harus dilakukan agar rakyat tahu kebenaran persoalan transaksi yang mencurigakan ini secara utuh dan mengetahui siapa yang memutarbalik fakta.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, maka sudah seharusnya beberapa instansi penegakkan hukum untuk bersikap terkait dugaan komunikasi gelap yang merugikan Negara.

“Ini harus diusut demi mewujudkan amanah UU dan cita cita Bangsa”, ungkap Budiman Albar.

Tolak UU Ciptaker

Massa aksi juga menolak UU Ciptaker yang telah ditetapkan oleh DPR-RI pada 31 Maret 2023 lalu.

Presiden Jokowi beralasan terdapat kegentingan memaksa akibat geopolitik dan ketidakpastian hukum bagi investor dan bertujuan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, sebagai dasar pengesahan Perppu  Ciptake menjadi UU.

Padahal pada waktu bersamaan Presiden dan sejumlah Menteri, menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian meningkat secara signifikan pasca pandemi Covid-19.

Pembangunan di Indonesia harus diganjar dengan berbagai penggusuran atas nama pembangunan dan proyek strategis nasional, ancaman kedaulatan pangan, fleksibilitas tenaga kerja, liberalisasi pendidikan, dan legitimasi pengrusakan lingkungan hidup serta berbagai bentuk pelanggaran HAM pada petani, nelayan, buruh, masyarakat adat, perempuan, masyarakat miskin kota dan pedesaan, serta kelompok rentan lainnya semakin masif terjadi.

Alih-alih melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 (Putusan MK 91) yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) inkonstitusional bersyarat, Pemerintah justru menerbitkan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang melanggar konstitusi dan cita-cita bangsa Indonesia yang bebas dari segala bentuk penjajahan.

Bahkan Pemerintah terus memaksakan keabsahan UU Cipta Kerja melalui penerbitan Perppu Cipta Kerja demi membuka keran liberalisasi di berbagai sektor.

“Kesesatan sistem hukum dan bernegara ditunjukkan pemerintah tanpa malu-malu demi memenuhi kepentingan elit bisnis dan politik”, teriak mereka.

Pengunjuk ras menyebut beberapa pasal yang dianggap tidak pro rakyat  yakni penetapan upah minum Kabupaten/Kota. Pasal 88 C, Penentuan formula penghitungan upah minimum, Pasal 88 D dan Pasal 88 F, Pasal tentang Outsourcing, Pasal tentang pesangon, Pasal tentang PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), Pasal tentang PHK, Pasal tentang TKA, Pasal tentang pengaturan waktu kerja Pasal 79 UU No. 13 Tahun 2003, Pasal 79 Perppu No. 2 tahun 2022, Pasal tentang pelaksanaan Cuti Pasal 79 dan Bank tanah. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *