Labuan Bajo | Okebajo.com | Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan inovasi Kurikulum Merdeka yang diterapkan di seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Namun penerapannya dinamis selaras dengan kearifan lokal yang hidup di lingkungan sosial sekitar sekolah.
Tujuannya, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila secara nyata di tengah masyarakat.
P5 juga bertujuan untuk menggali, memahami, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari para pelajar. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bukan hanya semata-mata sebagai teori, tetapi juga sebagai panduan moral yang harus tercermin dalam sikap, tindakan, dan keputusan setiap individu.
Pendidikan bukan hanya tentang transfer pengetahuan dan keterampilan kepada para pelajar, tetapi juga membentuk karakter dan nilai-nilai yang akan membimbing mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Fokus pembelajaran peserta didik menekankan penguatan karakter semangat gotong royong, toleransi, integritas, dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks ini, peserta didik adalah generasi penerus bangsa sekaligus pewaris budaya dan adat istiadat masyarakat di masa akan datang.
Acara adat Toto
Di SMA Negeri 1 Mbeliling belum lama ini, implementasi P5 mengusung tema Kearifan Lokal untuk Kelas X dengan
mempraktikkan acara adat Toto.
Dalam praktiknya, proses belajar peserta didik berlangsung dialogis baik di dalam ruang kelas
maupun di luar ruang kelas menjumpai orang tua atau wali dan tokoh-tokoh adat sebagai narasumber. Peran mereka sangat penting sebagai mitra pendidikan.
Toto dalam tatanan perkawinan adat masyarakat Manggarai umumnya adalah salah satu tahapan proses pertunangan pra nikah. Acara adat Toto digelar sebelum kedua pengantin menikah resmi baik secara adat maupun agama.
Dalam acara adat tersebut, peserta didik berbusana adat Manggarai. Mereka terbagi dalam dua kelompok memainkan peran nyata sebagai calon pengantin, jubir (pateng/tongka) dari kedua rumpun keluarga mempelai perempuan (ineame/anak rona) dan keluarga mempelai laki-laki (woe/anak wina).
Kelompok pertama, Maria Ema Selisa Wati berperan sebagai “molas” (calon mempelai perempuan) dan Agustinus Satria Widiawan sebagai “reba” (calon mempelai laki-laki).
Alfonsius Ayen Manti berperan sebagai “pateng woe” (jubir keluarga mempelai laki-laki sedangkan Vansius Fagelcy Fren jubir keluarga mempelai perempuan.
Kelompok kedua, molas ialah Maria Yerika Manggul dan Petrus Betrandy Marsiola sebagai calon mempelai laki-laki. Jubir “ine ame” Silvester Wawan dan jubir “woe” Maman Aswat. *