Labuan Bajo, Okebajo.com – Nama Santosa Kadiman, Direktur Utama PT Bumi Indah International sekaligus pemilik Hotel St. Regis Labuan Bajo, selalu disebut-sebut dalam sengketa tanah Keranga. Keluarga ahli waris Ibrahim Hanta menyebut Pengusaha yang beralamat di Komplek Green Ville blokV/47-48, Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini diduga sebagai salah satu aktor utama di balik konflik tanah Keranga, yang melibatkan keluarga ahli waris Ibrahim Hanta dan keluarga Nikolaus Naput.
Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 23 Oktober 2024 yang memenangkan keluarga ahli waris Ibrahim Hanta semakin menguatkan dugaan bahwa praktik mafia tanah di Labuan Bajo melibatkan jaringan yang terstruktur hingga kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat.
Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa tanah seluas 11 hektar di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, sah dimiliki oleh ahli waris almarhum Ibrahim Hanta.
Hal ini mencuat setelah pihak tergugat, termasuk Kepala BPN Manggarai Barat Gatot Suyanto, anak-anak dari alm. Nikolaus, dan beberapa pihak lainnya, diduga terlibat dalam upaya mengubah Sertifikat Hak Milik (SHM) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk kepentingan dari Santosa Kadiman selaku pembeli tanah yang dijual oleh Nikolaus Naput di atas tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta.
Dr. (c) Indra Triantoro dan Jon Kadis, SH, tim penasihat hukum keluarga Ibrahim Hanta, menjelaskan bahwa putusan tersebut memperkuat keyakinan keluarga Ibrahim Hanta bahwa perubahan status SHM Nomor 05245 milik Maria Fatmawati Naput menjadi SHGB Nomor 00176 dengan luas 27.720 m² bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bagian dari skenario yang melibatkan Santosa Kadiman dan pejabat di BPN Manggarai Barat.
Tak hanya itu, selama persidangan dari awal hingga adanya putusan PN Labuan Bajo, sejumlah bukti dan fakta terungkap yang menunjukkan adanya indikasi kuat praktik mafia tanah di balik peralihan status tanah milik keluarga Hanta.
Jon Kadis, SH, salah satu kuasa hukum keluarga Hanta, menjelaskan bahwa dugaan keterlibatan jaringan mafia tanah ini semakin kuat setelah ditemukan bahwa permohonan perubahan status tanah pada September 2023 di BPN Manggarai Barat ditandatangani oleh Ika Yunita, sekretaris pribadi Santosa Kadiman (pemilik Hotel St. Regis dan pembeli lahan dari keluarga Nikolaus Naput).
Hal ini mencurigakan mengingat keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta telah mengajukan pemblokiran status tanah pada 29 September 2022, dengan harapan status tanah tidak dimanipulasi selama proses sengketa berlangsung.
Selain itu, tansaksi tanah seluas 40 hektar antara Nikolaus Naput dan Santosa Kadiman diduga menggunakan dokumen yang cacat hukum. Bahkan, sebagian dari tanah tersebut diduga merupakan tanah milik Pemda Manggarai Barat dan 11 hektar milik ahli waris Ibrahim Hanta.
Menurut Jon, akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat pada 2014 menggunakan dokumen warkah adat yang telah dibatalkan pada 1998. Hal ini membuka peluang jeratan hukum berdasarkan Pasal 263 dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen dan keterangan palsu.
Mikael Mensen dan Muhamad Rudini, ahli waris Ibrahim Hanta mengungkapkan bahwa perjuangan mereka mempertahankan hak atas tanah leluhur seluas 11 hektar telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Meskipun telah menempuh jalur hukum pidana dan perdata, perjuangan mereka menghadapi jalan terjal karena berhadapan dengan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar.
“Kami ini rakyat kecil tanpa kekuatan apa-apa. Berhadapan dengan pengusaha besar seperti Santosa Kadiman, pemilik Hotel St. Regis, dan tokoh politik seperti Viktor Bungtilu Laiskodat sungguh berat. Laporan kami soal pemalsuan dokumen tidak digubris, malah kami dikriminalisasi,” ujar Mikael dengan nada getir.
Muhamad Rudini juga menambahkan bahwa dirinya menduga kuat Santosa Kadiman adalah biang kerok di balik konflik ini.
“Bulan lalu kami dengar Santosa Kadiman dipanggil Kejaksaan Agung. Alasan yang ia gunakan sangat licik. Ia mengaku kepada Kejagung bahwa dia juga menjadi korban keluarga Niko Naput. Jika memang demikian, kenapa dia tidak berani melaporkan keluarga Niko Naput? Kasus ini sudah bergulir lebih dari 10 tahun, tetapi dia tidak pernah bertindak,” ujar Rudini.
Rudini pun menyimpulkan bahwa ada indikasi kuat bahwa Santosa Kadiman dan keluarga Niko Naput sebenarnya bersekongkol.
Beberapa temuan penting yang menjadi dasar gugatan ahli waris Ibrahim Hanta adalah:
Pada 31 Januari 2017, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat menerbitkan sertifikat atas nama anak-anak Nikolaus Naput di atas tanah sengketa menggunakan dokumen alas hak palsu.
Selain itu, Pada 11 Maret 2019, terdapat dokumen palsu yaitu terdapat tanda tangan Ibrahim Hanta, yang telah meninggal sejak 1986, diduga dipalsukan dalam sebuah surat hibah.
Groundbreaking Hotel St. Regis
Pada 22 April 2022, Santosa Kadiman mengadakan acara groundbreaking pembangunan Hotel St. Regis di tanah sengketa tersebut. Acara ini bahkan dihadiri Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi, meski pihak ahli waris telah berkali-kali menyampaikan keberatan mereka.
“Kami sudah beritahu sejak 2020 bahwa tanah ini bermasalah, tetapi mereka tetap memaksakan pembangunan. Ini bukan hanya soal bisnis, tetapi mencerminkan praktik yang tidak menghormati hukum dan keadilan,” tegas Indra.
Desakan Kejaksaan Agung
Pada 23 Agustus 2024, Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui surat resmi Nomor R-860/D.4/Dek.4/08/2024 kepada Muhammad Rudini, ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, menemukan adanya indikasi cacat yuridis dan/atau administrasi dalam penerbitan SHM oleh BPN Manggarai Barat. Surat ini mendorong keluarga Hanta untuk menempuh berbagai jalur hukum, baik melalui gugatan pidana, perdata, maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), guna melindungi hak kepemilikan mereka. Temuan ini menegaskan adanya praktik mafia tanah yang memanfaatkan celah administratif di BPN.
“Temuan ini menunjukkan ada hal yang tidak beres dalam pengurusan sertifikat tanah di BPN Manggarai Barat. Bahkan Satgas mafia tanah Kejaksaan Agung RI telah bersurat kepada Bupati Manggarai Barat tanggal 23 Agustus 2024 bahwa Pemda diminta untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan PT. Bumi indah International dalam melakukan kegiatan usaha sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Persetujuan Pesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PPKPR) sehingga investasi yang dilakukan tidak terdapat perbuatan melawan hukum,”kata Jon Kadis, S.H.
Diketahui, Santosa Kadiman terlibat dengan PT Bumi Indah Internasional sebagai Direktur Utama. Perusahan tersebut adalah salah satu perusahaan yang aktif dalam proyek pembangunan hotel dan vila berbintang di beberapa destinasi pariwisata di Indonesia, termasuk di Labuan Bajo. Perusahaan ini berperan dalam upaya meningkatkan investasi pariwisata di kawasan tersebut, sejalan dengan inisiatif pemerintah untuk mengembangkan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).
*Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo*
Pada 23 Oktober 2024, pengadilan menetapkan bahwa ahli waris Ibrahim Hanta adalah pemilik sah tanah tersebut. Namun, hingga kini, implementasi putusan tersebut masih terhambat. Perkara ini masih dalam tahap banding, sehingga Putusan PN Labuan Bajo 1/2024 belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Santosa Kadiman dan keluarga Nikolaus Naput resmi mengajukan banding atas Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo Nomor 1/Pdt.G/2024/PN Lbj tertanggal 23 Oktober 2024.
Memori banding tersebut telah diajukan pada Senin, 11 November 2024 yang lalu
Ahli waris Ibrahim Hanta berharap pemerintah dan penegak hukum lebih serius menangani kasus ini.
“Tanah ini adalah warisan leluhur kami. Di sini kami hidup, di sini kami bertahan. Kami hanya ingin hak kami dikembalikan,” ujar Muhamad Rudini dengan nada penuh harap.