Labuan Bajo, Okebajo.com – Keluarga besar ahli waris almarhum Ibrahim Hanta resmi melayangkan surat terbuka kepada Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Senin, 9 Juni 2025, mendesak aparat hukum segera menangkap atau menindak tegas Erwin Kadiman Santoso, sosok yang dituding sebagai aktor utama dalam klaim sepihak atas 40 hektare lahan di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.
Dalam salinan surat yang diterima redaksi Okebajo.com, pihak keluarga menyatakan bahwa Erwin Kadiman Santoso telah melakukan tindakan melawan hukum dengan mengklaim dan membeli tanah yang tidak memiliki dasar hak kepemilikan yang sah, serta melibatkan diri dalam transaksi yang diduga kuat direkayasa secara administratif.
“Kami sudah terlalu lama bersabar. Hak kami diinjak, tanah warisan kami dijual orang lain, dan negara seakan diam. Maka hari ini, kami minta Satgas Mafia Tanah Kejagung segera bertindak. Tangkap Erwin Kadiman Santoso!” tegas Muhamad Rudini, cucu almarhum Ibrahim Hanta.
Pihak keluarga menyebutkan bahwa Erwin Kadiman Santoso membeli tanah 40 hektare pada tahun 2014 melalui PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) dengan Nikolaus Naput, padahal tanah tersebut beririsan langsung dengan lahan milik 7 warga Labuan Bajo dan juga 11 hektare warisan keluarga Ibrahim Hanta. Lebih parah lagi, klaim tanah itu disebut telah dibatalkan secara adat sejak 1998 oleh fungsionaris adat Nggorang karena tumpang tindih dengan tanah milik masyarakat dan lahan yang direncanakan untuk kepentingan publik.
“Ia membeli tanah bermasalah yang sejak awal sudah dinyatakan tidak sah oleh adat, lalu menyulapnya jadi lokasi pembangunan Hotel St. Regis. Ini bukan sekadar penyerobotan, ini bentuk nyata dari mafia tanah yang menyandera keadilan di daerah kami,” kata Florianus Surian Adu, salah satu tokoh masyarakat Ulayat Kedaluan Nggorang.
Pada 23 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Labuan Bajo mengabulkan gugatan keluarga Hanta, menyatakan mereka sebagai pemilik sah atas tanah 11 hektare, membatalkan akta PPJB 40 hektare, serta menolak seluruh klaim Erwin Kadiman dan pihak keluarga Naput.
Putusan itu diperkuat kembali oleh Pengadilan Tinggi Kupang pada 18 Maret 2025 yang menolak banding dari pihak Kadiman dan menyatakan akta jual beli tersebut cacat hukum. Namun, hingga kini, Erwin Kadiman Santoso belum tersentuh hukum.
“Kalau sertifikatnya sudah dibatalkan, transaksinya ilegal, dasar haknya tak ada, lalu apa lagi yang ditunggu?” ucap Jon Kadis, SH, penasihat hukum keluarga Hanta.
Keluarga Hanta menegaskan bahwa ketidakhadiran Erwin Kadiman dalam setiap sidang, ketidakjelasan posisinya dalam proses pembangunan, serta pengabaian terhadap putusan hukum adalah bentuk nyata pelecehan terhadap hukum dan rakyat kecil.
“Kami bukan menolak pembangunan. Kami menolak penindasan yang dibungkus investasi. Tanah kami bukan untuk dijadikan korban proyek prestisius,” kata Mikael Mensen, perwakilan keluarga.
Melalui surat kepada Satgas Mafia Tanah, keluarga Hanta berharap Kejaksaan Agung tidak hanya berhenti pada investigasi administratif, tetapi segera mengambil langkah hukum konkret. Mereka menuntut penangkapan terhadap Erwin Kadiman Santoso sebagai simbol keberanian negara melawan mafia tanah.
“Jika mafia tanah dibiarkan bebas berkeliaran, maka tidak ada lagi artinya sertifikat, tidak ada artinya pengadilan, dan tidak ada artinya negara,” tutup Muhamad Rudini dengan nada getir.
Mengutip isi surat tersebut dijelaskan bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo Nomor 1/Pdt.G/2024/PN.LBJ tanggal 23 Oktober 2024, dan diperkuat oleh Putusan Pengadilan Tinggi Kupang tertanggal 18 Maret 2025, telah dinyatakan bahwa:
1. Tanah seluas 11 hektare adalah milik sah keluarga almarhum Ibrahim Hanta;
2. Akta PPJB antara Nikolaus Naput dan Erwin Kadiman Santoso dinyatakan batal demi hukum;
3. Sertifikat Hak Milik (SHM) yang menjadi dasar klaim 40 hektare adalah cacat yuridis, administratif, serta tanpa alas hak yang sah.
Sehubungan dengan hal tersebut, pihak ahli waris alm. Ibrahim Hanta memohon:
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap Erwin Kadiman Santoso, baik secara pidana maupun administratif, terkait dugaan keterlibatan dalam praktik mafia tanah;
2. Dilakukan penyitaan terhadap dokumen-dokumen jual beli tanah di atas tanah adat Keranga yang saat ini masih menimbulkan konflik sosial;
3. Dipersiapkan langkah hukum lanjutan berupa pemanggilan paksa apabila saudara Erwin Kadiman Santoso terus mangkir dari proses hukum;
4. Diberikan perlindungan hukum terhadap keluarga kami, yang hingga kini masih mendapatkan tekanan sosial, ekonomi, dan ancaman verbal di lapangan akibat sengketa ini.
Surat tersebut telah ditembuskan ke Presiden RI, Menteri ATR/BPN, Komnas HAM, Komisi Yudisial, sebagai bentuk seruan moral dan permintaan perlindungan hukum. **