Penyesuaian Tarif Jasa Wisata di TNK Mendapat Respon Asosiasi Wisata di Labuan Bajo

Avatar photo
Kunjungan Wisatawan di Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, NTT. Foto/Net

Labuan Bajo| Okebajo.com | Sejumlah asosiasi wisata di Labuan Bajo menyampaikan keluhan mereka terkait penyesuaian tarif jasa wisata alam (jasa pemandu) di satu sisi dan minimnya penyediaan sarana dan prasarana penunjang di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).

Mereka menemukan keluhan tersebut dalam forum Konsultasi Publik Penyesuaian Tarif Jasa Wisata Alam ( Jasa Pemandu ) di Loh Liang Pulau Komodo dan Padar Selatan yang dilaksanakan di Hotel Grand Prundi, Labuan Bajo, Senin (11/12/2023).

Perwakilan  Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Bonavantura menanyakan tarif jasa pemandu di beberapa tempat wisata.

“Apakah Rp400.000 itu dibagi 200 ribu di Pulau Padar dan 200 ribu di Pulau Komodo, mohon penjelasannya pak,” tanya Bonavantura, perwakilan dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA).

Sementara itu, Ketua DPD HPI NTT, Itho Pance mengatakan penyesuaian tarif Rp400.000 itu terlalu tinggi.

“Kalau menurut saya angka Rp400.000 itu terlalu tinggi, mungkin kita coba bertahan kalau selama ini Rp120.000 saya usulkan Rp 150.000. Karena selama ini juga kita amati rangernya lumayan banyak dengan harga tiket seperti ini. Kita pahami seperti biaya operasional dan lain-lain. Jadi usulan saya di angka Rp. 150.000,” ungkapnya.

Tidak hanya itu. Getrudis Naus perwakilan dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) juga menyebut tarif tersebut tidak bisa berlaku kalau fasilitas yang kita siapkan belum memadai.

“Kalau PT Florbamor melakukan peningkatan fasilitas, itu saya rasa semua pengusaha akan setuju dengan harga seperti itu,” ungkapnya.

Getrudis menegaskan bahwa travel agen sudah buat agreement dengan agen luar sampai tahun 2025 sehingga penerapan tarif Rp400.000 itu perluh dipertimbangkan lagi.

Menurut dia, kerja travel agen itu tidak serta merta dia booking hari ini langsung jadi. Pada tahun 2024 itu sangat tidak mungkin untuk harganya naik.

“Saya rasa harga 150 ribu itu tadi terlalu tinggi kalau kita tetapkan di tahun 2024. Kami paham berapa orang ranger di sana dan tentu ada kalkulasinya. Tetapi coba dipahami naiknya berapa, jangan sampai naiknya itu mencekik pelaku pariwisata,” tegasnya.

Yakobus Stefanus perwakilan ASITA mengatakan persoalan tarif harus sesuai dengan fasilitas yang ada.

Menurut Yakobus, sebelum pemberlakuan tarif perlu dilakukan dialog lagi, sehingga PT Flobamor bisa menyampaikan gambaran atau penjelasan terkait dengan adanya penyesuaian harga tersebut.

“Tentang pemberlakuan perlu beberapa kali dialog supaya kita lebih mematangkan dan dari PT Florbamor bisa menyampaikan  beberapa hal terkait dengan adanya penyesuaian harga tersebut,” pintanya.

Menanggapi usul saran para pelaku pariwisata tersebut, Direktur Operasional PT Flobamor, Abner Runpah menjelaskan penyesuaian tarif di pulau Padar dan Komodo itu masing-masing Rp400.000

“Konsep kami dalam penerapan tarif tersebut itu masing-masing di pulau Padar Rp400.000 di pulau Komodo juga demikian. Jadi kembali lagi kita perlu konsultasi publik seperti ini,” ungkapnya.

Abner menjelaskan tarif Rp120.000 per 5 orang itu hanya mencukupi biaya operasional, sedangkan untuk biaya konservasi selama ini pihaknya meminta bantuan dari pihak lain yang ada di Kupang, Jakarta bahkan di luar negeri.

“Kemudian terkait persentase dari Rp400.000, ini jujur, mungkin saya buka sedikit dan saya tidak mau ini menjadi tawar-menawar. Cuma mungkin lebih tepat kita harus membuka dapur kita sedikitlah biar teman-teman mempunyai gambaran sedikit bahwa Rp120.000 per 5 orang ini hanya cukup operasional kami saja, sedangkan untuk konservasi mungkin Kepala Balai juga tahu, bahwa ada rekan-rekan kami yang ada di Kupang, Jakarta maupun di luar negeri yang menyumbang untuk patroli, perbaikan fasilitas dan juga pelatihan terhadap naturalist guide warga Desa Komodo yang 30 orang itu kita dapat dari CSR dari partnert-parnert kami di Jakarta, jadi gratis,” ucapnya.

“Tentunya banyak orang peduli sebenarnya, tetapi kepedulian mereka ini kan kita tidak bisa manfaatkan atau seolah-olah kita menjual Labuan Bajo, pulau Komodo supaya orang kasih CsR. Tidak begitu juga. Kalau kita sepakat Rp400.000 itulah sisanya itulah untuk konservasi, kira-kira seperti itu,” lanjutnya.

Ia juga mengatakan penyesuaian tarif ini tidak hanya meningkatkan pelayanan tetapi juga melestarikan, bekerja sama dengan BTNK melestarikan lingkungan.

Sedangkan Konsultasi publik ini, kata dia, untuk menyerap sebanyak mungkin kebutuhan atau keinginan dari masyarakat pelaku pariwisata.

“Kemudian terkait paket wisata yang sudah terjual sampai tahun 2025 tentunya kita memperhatikan semuanya itu,” pungkasnya. *

Editor: Robert Perkasa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *