Misteri Dibalik Keterlibatan Erwin Kadiman Santoso, Diduga Ada Kaitan dengan Kasus Korupsi Aset Tanah Pemda Mabar Tahun 2020

Avatar photo

Labuan Bajo, Okebajo.com – Erwin Kadiman Santoso, pemilik PT. Mahanaim Group, kini menjadi sorotan publik terkait keterlibatannya dalam pembelian tanah yang tengah bersengketa di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Tanah seluas 11 hektar ini sedang diperebutkan oleh ahli waris alm. Ibrahim Hanta dan Niko Naput.

Upaya media untuk mendapatkan konfirmasi dari Erwin sejak Jumat, 7 Juni 2024, melalui pesan WhatsApp dan panggilan telepon, tidak membuahkan hasil. Sikap diam Erwin memicu spekulasi di kalangan masyarakat, yang berharap ia memberikan klarifikasi untuk menjernihkan berbagai tudingan yang beredar.

Tabir Gelap di Balik Sengketa

Polemik tanah seluas 11 hektar di Keranga diduga memiliki kaitan dengan kasus tanah Toro Lema Batu Kalo di Labuan Bajo yang pernah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi NTT pada tahun 2020 lalu. Saat itu, mantan Bupati Manggarai Barat Agustinus Christoper Dula dijadikan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengalihan lahan milik Pemda Manggarai Barat seluas 30 hektar. Kejaksaan juga menetapkan 15 tersangka lainnya dalam kasus ini.

Menariknya, dokumen pembuatan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah seluas 40 hektar antara Niko Naput (penjual) dan Erwin Kadiman Santoso (pembeli) pada tahun 2014, menimbulkan tanda tanya besar. Diduga, sebagian tanah yang dijual masuk dalam lahan milik Pemda Manggarai Barat.

Kejanggalan dalam Proses PPJB

FA, seorang warga ulayat Kedaluan Nggorang Labuan Bajo, mengungkapkan bahwa sekitar 13 hektar tanah milik Niko Naput yang di-PPJB-kan oleh notaris Billy Yohanes Ginta, ternyata masuk dalam total 30 hektar tanah Pemda Manggarai Barat. FA mempertanyakan bagaimana proses PPJB ini bisa luput dari pengamatan penyidik saat penanganan kasus korupsi aset Pemda pada tahun 2020.

FA menjelaskan bahwa salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah diduga sekitar 13 hektar tanah milik Niko Naput telah di-PPJB-kan oleh notaris Billy Yohanes Ginta yang masuk di dalam dari total 30 hektar tanah Pemda Manggarai Barat di lokasi Torolema Batu Kalo.

“Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa proses PPJB ini bisa luput dari pengamatan penyidik pada saat penanganan kasus korupsi aset Pemda pada tahun 2020 lalu? ,” tanya FA

Sebagai salah satu masyarakat ulayat Kedaluan Nggorang Labuan Bajo Manggarai Barat, FA berpendapat bahwa sebaiknya semua masalah tanah diselesaikan melalui jalur perdata.

“Proses perdata memungkinkan semua dokumen dan bukti dibuka di persidangan, sehingga hal-hal tersembunyi dapat terungkap. Sebaliknya, jika hanya mengandalkan proses pidana, pasti ada pihak yang akan menjadi korban dan masuk penjara, sementara kebenaran substantif tentang status tanah semakin sulit diungkap,” ungkap FA

“Pada tahun 2020 lalu dalam kasus tanah Torolema Batu Kalo, harapan awal saya adalah agar penyelesaian dilakukan melalui gugat-menggugat di pengadilan. Dengan cara ini, semua dokumen akan terbuka untuk diuji dan keadilan bisa ditegakkan,” tambahnya

Saat ini, sengketa lahan tersebut masih terus bergulir dan menyita perhatian Terutama untuk mengetahui siapa sebenarnya pemilik lahan di lokasi Hotel ST. Regis yang sedang dibangun di Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT.

Perkembangan di Pengadilan

Sidang di Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada tanggal 30 Mei dan 6 Juni 2024 menghadirkan saksi-saksi dari keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta. Sidang ini semakin menarik perhatian publik karena setiap fakta yang terungkap menambah kompleksitas kasus tanah 11 hektar di Keranga, sekaligus menunjukkan kemungkinan keterlibatan Erwin Kadiman Santoso pemilk PT. Mahanaim Group dalam semua proses yang patut dipertanyakan ini. Semua pihak menantikan perkembangan lebih lanjut dalam persidangan ini untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.

Kuasa Hukum ahli waris Ibrahim Hanta, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H. pada Minggu, 8/6/2024 pagi mengungkapkan bahwa ditemukannya fakta terbaru, pada sidang 6 Juni 2024, di hadapan para saksi penggugat, Hakim menunjukan bukti dokumen dari keluarga Niko Naput yaitu berupa surat penyerahan tanah adat tertanggal 21 Oktober 1991 sebagai dasar penerbitan 3 Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh BPN Manggarai Barat pada 31 Januari 2017 Paulus G. Naput, Yohanis V. Naput, dan Maria F. Naput.

Padahal sebelumnya pihak tergugat mengklaim bahwa dasar penerbitan SHM tahun 2017 itu menggunakan dokumen surat alas hak tertanggal 2 Mei 1990 dan 10 Maret 1990.

Namun Karena tidak bisa menunjukan Warkah aslinya, pada akhirnya pihak tergugat menarik kembali beberapa dokumen di Pengadilan Negeri Labuan Bajo, seperti surat alas hak tertanggal 2 Mei 1990 dan 10 Maret 1990 karena tidak dapat menunjukkan bukti Warkah asli.

“Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat diduga menerbitkan 3 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Paulus G. Naput, Yohanis V. Naput dan Maria F. Naput pada tahun 2017 tanpa dasar bukti dokumen yang sah. Saat ini, titik terang mulai terlihat dalam sengketa ini. BPN Manggarai Barat dan pihak tergugat belum mampu menunjukkan dokumen asli berupa Warkah atau bukti penyerahan tanah adat dari Ulayat yang diperlukan sebagai dasar penerbitan sertifikat. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa proses penerbitan SHM tersebut tidak sesuai prosedur dan melibatkan praktik ilegal,” terang Indra

Lebih anehnya lagi saat ini pihak tergugat kembali munculkan bukti penyerahan adat yang lain yaitu Warkah tertanggal 21 Oktober 1991.

Pihak tergugat mengklaim bahwa dokumen surat penyerahan adat tertanggal 21 Oktober 1991 tersebut digunakan untuk menerbitkan SHM yang sekarang statusnya berubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pada tahun 2023.BNamun, terungkap bahwa surat ini telah dibatalkan oleh pemegang Ulayat pada 17 Januari 1998.

Dalam surat penyerahan tanah adat tertanggal 21 Oktober 1991 yang salinanya diterima media ini, Indra mengatakan bahwa tidak tercantum luas tanah. Namun, pihak tergugat pada 29 Januari 2014 mengeluarkan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan Notaris Billy Yohanes Ginta dengan luas tanah sebesar 40 hektar, menimbulkan kejanggalan terkait keabsahan surat tersebut.

Selain itu, batas-batas tanah yang tercantum dalam surat alas hak tidak sesuai dengan SHM yang diterbitkan pada tahun 2017. Dalam surat alas hak, tanah bagian barat berbatasan dengan milik Nikolaus Naput, sementara dalam SHM yang diterbitkan atas nama Maria Fatmawati Naput, tanah bagian barat berbatasan dengan laut.

Bukti penyerahan adat tanggal 21 Oktober 1991 juga diduga terdapat kejanggalan terkait batas dan luas tanah, serta keterkaitannya dengan PPJB yang dibuat oleh Notaris Billy Yohanes Ginta pada 29 Januari 2014 antara Niko Naput selaku penjual dan Erwin Kadiman Santoso selaku pembeli.

Keterlibatan Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group di Balik Kasus Tanah Keranga

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan keterangan dari Kuasa Hukum ahli waris Ibrahim Hanta, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H. mengungkapkan bahwa tanah ini diduga telah diklaim oleh Niko Naput, yang kemudian menjualnya kepada Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group. Kemudian pada tahun 2914 dibuatkan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh Notaris Billy Yohanes Ginta S.H., M.Kn., yang diduga menggunakan dokumen kepemilikan tidak sah.

“Mengapa dokumenya kami duga tidak sah ? Ya karena dasar penerbitan akta PPJB itu mereka gunakan dokumen Warkah penyerahan adat tertanggal 21 Oktober 1991 yang sangat jelas dokumen Warkah tersebut telah dibatalkan oleh Ulayat pada tahun 1998.
Lalu PPJB tersebut luasnya 40 hektar yang didalamnya termasuk tanah seluas 11 Hektar yang saat ini sedang bersengketa antara pihak ahli waris Ibrahim Hanta dan Niko Naput bahkan lebih mengejutkan lagi sebagian dari 40 hektar PPBJ tersebut diduga termasuk tanah milik Pemda Manggarai Barat,” jelas Indra

Menurut Indra banyak orang termasuk oknum notaris terjerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan Pasal 266 KUHP tentang memasukan keterangan tidak benar ke dalam akta. Pasal 263 KUHP, kata dia umumnya disebut sebagai induk dari segala bentuk perbuatan yang disebut pemalsuan surat.

Ia menuturkan bahwa pada tanggal 8 Januari 2024, pihak penggugat melaporkan kasus ini ke Satgas mafia tanah Kejaksaan Negeri Labuan Bajo.

Menanggapi laporan tersebut, pada tanggal 16 Januari 2024, tim dari Kejaksaan Negeri Labuan Bajo yang dipimpin oleh Kasi Pidsus Bapak Wisnu Sanjaya, S.H., bersama tim BPN Manggarai Barat yang dipimpin oleh Kasi Sengketa Bapak Putu dan Bapak Jonas, turun ke lokasi untuk memeriksa tanah tersebut dan mencocokkan lokasi dengan Warkah atau bukti penyerahan tanah adat pada tanggal 2 Mei 1990.

“Dari hasil pemeriksaan tersebut, tim BPN dan tim Kejari sepakat bahwa kedua tanah atas nama Paulus G. Naput (pihak tergugat 1) dan Maria F. Naput (pihak tergugat 2) tersebut terbukti salah lokasi, salah ploting, atau salah penunjukan batas-batas. Lokasi sebenarnya berdasarkan peta warna merah seluas 16 Ha, bukan di peta warna hijau yang merupakan lokasi tanah milik penggugat seluas 11 Ha,” Jelasnya

Atas dasar itu, pihak penggugat menduga kuat bahwa kedua SHM yang terbit pada 31 Januari 2017 oleh BPN Manggarai Barat adalah hasil praktik mafia tanah, karena letak lokasi dua SHM tersebut tidak sesuai dengan bukti penyerahan tanah/Warkah/alas hak tanggal 2 Mei 1990 yang batas-batasnya jelas dan menjadi dasar penerbitan kedua SHM tersebut.

“Sejak Januari 2024, BPN Manggarai Barat belum dapat menyediakan bukti Warkah asli atas penerbitan sertifikat tersebut. Ketidakmampuan ini semakin memperkuat dugaan adanya permainan curang dalam penerbitan sertifikat tersebut. Situasi ini tidak hanya merugikan pihak Suwandi Ibrahim, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap BPN Manggarai Barat,” ungkapnya

Terkuat, Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group Diduga Kuat Dalang Mafia Tanah di Labuan Bajo
Acara peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis pada tahun 2022 yang diketahui milik Erwin Kadiman Santosa dihadiri langsung oleh Gubernur NTT Victor B. Laiskodat dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi. Foto/Isth

Pada tahun 2022 lalu terjadi acara peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis pada tahun 2022 yang diketahui milik seorang pengusaha.

“Lokasi tanah warisan dari alm Ibrahim Hanta itu, pada tanggal 22 April 2022 lalu telah dilakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Hotel St. Regis milik seorang Pengusaha bernama Erwin Kadiman Santosa yang bertempat di komplek green Ville blok V/47-48, RT.009, RW.009 Kelurahan Duri Kepa,Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat,” ungkapnya

Acara groundbreaking tersebut dulunya dihadiri langsung oleh Gubernur NTT Victor B. Laiskodat dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi. Kemudian pada tahun 2020 sebelum groundbreaking tersebut, pihak keluarga ahli waris sudah memberitahukan kepada saudara Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group tersebut terkait status tanah itu sedang bermasalah, bahkan berulang-ulang kali demonstrasi di BPN Mabar, dan mereka tahu itu semua akan tetapi mereka bersikukuh.

Dijelaskanya pihak pembeli dinilai tidak beritikad baik sebab tanah tersebut masih bermasalah namun tetap juga berani untuk groundbreaking.

“Itukan sama saja dengan pembeli yang tidak beritikad baik, telah tahu ada masalah, malahan lanjut groundbreaking, itu seperti beli kasuslah sama seperti cara mafia tanah,” jelas Indra

Oke Bajo

Okebajo.com adalah portal berita online yang selalu menghadirkan berita-berita terkini dan dikemas secara, Berimbang, Terpercaya dan Independen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *