Bedah Perkara BTS 8T: Ada Apa dengan JPU Menyembunyikan Pelaku Yang Lain?

Avatar photo
Bedah Perkara BTS 8 T : Ada apa dengan JPU menyembunyikan pelaku yang lain?
Plasidus Asis Deornay SH Advokat & Ketua Komodo Lawyers Club’Labuan Bajo Manggarai Barat. NTT.

OPINI | Okebajo.com |

Kemana saja aliran uang hasil korupsi tersebut?

Pada persidangan pertama’ kasus korupsi BTS 8 Triliun tertanggal 28 Juni 2023, mata publik tertuju kepada dakwaan yang dibacakan JPU.

Pada fase ini terungkap ada tiga pelaku saja yang dibacakan.

Ketiganya adalah Jony Geral Plate (Mantan Menteri Kominfo) Anang Ahmad Latif (Dirut PT Bakti) dan Yohanes Suryanto (Human Resources Development UI).

Dalam dakwan JPU tersebut terungkap beberapa aliran dana yang mengalir ke beberapa orang.

Joni Gerald Plate 17,8 M, Anang Abdul Latif 5 M, Yohanes Suryanto 400 juta, Irwan Hermawan 119 M (Komisaris PT Solytech Media Sinergi) Windy Purnawan 400 juta, Muhamad Yusrizky 500 M plus 2,5 juta US Dollar (Dirut Utama PT Prima).

Selain itu aliran uang korupsi tersebut juga mengalir ke beberapa konsorsium diantaranya; PT Fyber Home, PT Telkom Info dan patners lainnya mengerjakan paket satu dan dua sebesar 2,9 T, konsorsium PT Lintas Artha 1,58 T untuk paket tiga tiga, konsorsium IBS STE untuk paket empat dan lima 3,5 T. Jika diakumulasikan maka jumlahnya yang dikorupsi sebesar 8 T.

Artinya jumlah ini hampir sama dengan rilis Kejaksaan waktu lalu, sekalipun jumlahnya diungkap ada 8 T lebih. Artinya pada kasus ini Joni Gerald Plate diduga hanya korupsi sebesar yang saya sebutkan diatas.

Artinya uang hasil korupsi tersebut dinikmati oleh banyak oknum. Dan kemungkinan besar mengalir juga ke petinggi-petinggi partai dan orang dekat parpol besar di Republik ini. Hanya Tuhan dan Hakim yang tahu

JPU diduga menyelamatkan pelaku yang lain

Publik juga tentu masih ingat bahwa Mafud MD pernah menerima data dan informasi yang kemudian dilaporkan kepada Presiden Jokowi, terkait beberapa data dugaan korupsi BTS Kominfo.

Beliau katakan bahwa kasus ini akan bisa membuat guncangan politik yang sangat hebat, karena pada kasus ini, diduga ada signal keterlibatan beberapa oknum parpol dan petinggi parpol besar di negeri ini.

Salah satu yang dibeberkan media adalah suami Puan Maharani yang adalah pemilik sebuah PT yang mengerjakan proyek BTS yang pagu anggaran sebesar 40 % (persen).

Ada Yang luput dari dakwaan

Dari dakwaan tersebut tampak jelas dan terang bahwa nama beberapa oknum yang lain luput dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Pertanyaannya, ada apa dengan Kejaksaan? “Kotak Pandora” ini tampak tidak di buka oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya dimuka persidangan pertama ini. Ada semacam upaya untuk menutupi-nutupi dan menyematkan.pelaku-pelaku yang lain.

Berharap JGP dan dua pelaku lainnya membuka kotak pandora tersebut

Sidang pertama baru dimulai. Masih ada fase sidang-sidang berikutnya.

Diharapkan tabir kotak pandora tersebut dibuka semuanya oleh JGP, dan yang lainnya. Jika JGP dan yang lainnya “tidak terbukti” korupsi sejumlah 8 T maka fase sidang berikutnya, para terdakwa bisa membatah tuduhan dengan membuat nota keberatan (eksepsi) dan sidang -sidang pemeriksaan saksi-saksi dengan tanpa ragu dan takut membeberkan semuanya di hadapan Majelis Hakim.

Agar hukum benar-benar tegak berdiri untuk semua pelaku pada kasus ini. “Reo negate actori incumbit probatio” (jika tergugat tidak mengakui gugatan, maka penggugat harus membuktikan). Fase ini akan ditunggu publik.

Berharap hukum tidak dikebiri oleh kekuasaan

Hukum dan kekuasaan adalah bagian dari masyarakat (social order).

Hubungan hukum dan kekuasaan tentu saja bersifat dialektis, resiprokal dan simbiotik, sehingga tidak boleh ada kekuasaan yang mendominasi hukum.

Fungsi kekuasaan terhadap hukum jelas sebagai sarana untuk membentuk UU (law making), menegakkan hukum (law enforcement) dan melaksanakan hukum (executor).

Sementara hukum adalah media untuk melegalisasi kekuasaan. Ketika memilih bentuk negara hukum maka penegakan prinsip-prinsip negara yang berkeadilan adalah suatu keniscayaan dalam suatu negara hukum.

Negara hukum Indonesia menganut prinsip “rule of law” yang diuraikan sangat jelas oleh Dicey. Supremacy hukum/aturan -aturan hukum harus lebih dominan dari Kekuasaan.

Hal ini dimaksudkan agar kewenangan kekuasaan (a buse of power) dapat dibatasi dan tidak sewenang-wenang dalam penegakan hukum.

Begitu juga dengan asas hukum
Equality before the law. Semua warga negara sama di hadapan hukum sehingga due prosess of law (terjaminnya hak-hak manusia oleh konstitusi) mendapatkan tempat yang terkuat di dalam negara hukum.

Konsep rule of law ini tentunya memberikan legalitas yang tinggi dalam menjalankan aturan hukum, di mana legalitas merupakan sebuah nilai inti, hak asasi manusia, dalam arti nullum crimen, nulla poena sine lege (tidak ada kejahatan, tak ada hukuman tanpa hukum) yang sebenarnya berarti tidak hanya memberikan jaminan kebebasan manusia, tapi juga melindungi individu dari tindakan kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan yang tidak adil oleh penguasa kepada individu dan warga masyarakat. Ini harapan publik agar hukum tetap memiliki kekuatan yang terdepan di Republik ini. Ipso jure (berdasarkan hukum) bukan abuse of power ( menggunakan kekuasaan sbg alat).

Penulis : Plasidus Asis Deornay SH
Advokat & Ketua Komodo Lawyers Club’Labuan Bajo Manggarai Barat. NTT.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *