Opini  

Antara Kualitas dan Kuantitas (Ketika Calon Guru Melimpah)

Avatar photo

Oleh: Sil Joni*

Opini, Okebajo.com, – “Calon Guru Melimpah“. Itulah bunyi judul berita utama (headline news) Harian Kompas, edisi 12/3/18. Harian terbesar Indonesia ini menulis “tiap tahun jumlah lulusan sarjana pendidikan sekitar 260.000 orang, tetapi yang terserap untuk program pendidikan profesi guru hanya sekitar 27.000 orang.”

Tingginya animo lulusan SMA dan sederajat menempuh program studi ilmu keguruan dan pendidikan dipicu oleh membaiknya tingkat kesejahteraan guru melalui program pemberian sejumlah tunjangan dan insentif.

Efeknya adalah “menjamurnya” lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) dengan kualitas seadanya. Mutu LPTK yang dangkal berdampak bagi masa depan lulusannya.

Memang, keberhasilan seorang guru dalam menjalankan tugas profesionalnya, tidak semata-mata bergantung pada “reputasi institusi”, tempat di mana dia menimba ilmu. Namun, bagaimanapun juga, aspek kecakapan pedagogis bukan talenta bawaan semata. Kompetensi dan profesionalitas merupakan buah dari sebuah proses yang berkualitas dalam satu ekosistem dengan kultur saintifik yang mumpuni.

Apalagi disinyalir bahwa sebagian besar lembaga pencetak calon guru tak berakreditasi baik. Itu berarti, keberadaan aneka lembaga tersebut hanya untuk “merespons” tingginya antusiasme para lulusan SMA tanpa memperhatikan aspek mutu.

Kita tidak ingin, ada disparitas yang tajam antara kuantitas dan kualitas. Stok calon guru yang melimpah ini mesti diikuti dengan sistem peningkatan mutu yang didesain dan dieksekusi secara kontinyu dan produktif.

Masa depan “mutu sumberdaya manusia” kita, salah satunya ditentukan oleh “debut profesional”, dari calon guru yang melimpah saat ini. Guru tetap menjadi “motor penggerak” kemajuan bangsa.

Karena itu, kita berharap agar pemerintah memperhatikan secara serius mutu lembaga yang ‘mencetak’ banyak guru profesional itu. Pendirian LPTK tidak boleh terkontaminasi dengan kepentingan politik. Dengan itu, LPTK tidak berorientasi pada pengejaran keuntungan dari pihak tertentu.

Fakta melimpahnya calon guru, di satu sisi, patut disyukuri. Tetapi, di sisi lain fenomen semacam itu menjadi bencana jika tidak diimbangi dengan aspek mutu yang baik. Apa artinya jika stok guru melimpah, tetapi kinerjanya kurang memuaskan.

Kita tidak ingin sebagian besar guru yang diproduksi oleh LPTK itu masuk dalam tipe (meminjam istilah William Arthur Ward) guru medioker. Guru dengan tipe semacam ini, rasanya sudah tak bisa menjawab kebutuhan pembelajaran di era teknologi digital saat ini.

Sebaliknya, melalui pembenahan sisi kualitas, diharapkan akan muncul sekian banyak guru hebat (great teacher) yang bisa menginspirasi peserta didik dan menghadirkan spirit inovatif dalam proses pembelajaran. Peningkatan mutu kinerja guru menjadi salah satu syarat perubahan kualitas proses pendidikan formal di tanah air.

*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *